• Call: +6285643190105
  • E-mail: sapasedesa@gmail.com
  • Login
  • Register
Education Blog
  • Desa
    • Koperasi
    • BUMDes
    • Peluang Usaha
    • Materi dan Publikasi
  • Digital Marketing
  • Nalara Kopi
  • Sedesa TV
  • Layanan
    • Pelatihan Wisata Berkelanjutan
    • Pelatihan Pasar Rakyat
No Result
View All Result
sedesa.id
No Result
View All Result
Home PUSTAKA Desa Wisata

Panduan Pengembangan Desa Wisata Berkelanjutan: Langkah Praktis dan Aplikatif

Ryan Ariyanto by Ryan Ariyanto
September 8, 2025
in Desa Wisata, Materi dan Publikasi, PUSTAKA
0
sedesa.id Panduan Desa Wisata Berbasis Komunitas
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsappShare on TekegranShare on Tekegran

Sedesa.id Sektor pariwisata telah lama diakui sebagai salah satu industri jasa paling signifikan yang mampu meningkatkan perekonomian secara substansial, baik bagi pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat lokal. Kontribusinya tidak hanya terbatas pada penciptaan lapangan kerja dan peluang usaha, tetapi juga berpotensi besar sebagai sumber pemasukan devisa negara. Dalam lanskap pariwisata global yang terus berkembang, konsep desa wisata muncul sebagai model pengembangan yang strategis dan relevan.

Desa wisata didefinisikan sebagai bagian integral dari destinasi wisata yang secara khusus dirancang untuk menjadi pusat kegiatan pariwisata berbasis komunitas, dengan penekanan kuat pada pelestarian budaya dan lingkungan setempat. Model ini menawarkan pengalaman yang lebih otentik dan mendalam bagi wisatawan, sekaligus memberdayakan masyarakat lokal.

RelatedPosts

Kobi Education Berikan 5 Rekomendasi Buku Arahan Study Abroad S1, Simak Infonya Di Sini!

DLH Kabupaten Banjar: Mengawal Lingkungan untuk Masa Depan Berkelanjutan

Investasi Properti Online Cara Baru Investasi Mulai dari 10ribu

Pergeseran preferensi wisatawan, terutama pascapandemi, semakin memperkuat urgensi pengembangan desa wisata. Tren pariwisata global kini mengarah pada konsep keberlanjutan, sebagaimana diusung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui inisiatif NEWA (Nature, Eco-Tourism, Wellness Tourism, dan Adventure Tourism).

Perubahan ini bukan sekadar tren temporer, melainkan cerminan perubahan mendasar dalam nilai-nilai yang dicari oleh wisatawan. Setelah mengalami krisis global, kesadaran akan kesehatan, lingkungan, dan pengalaman otentik meningkat secara signifikan di kalangan pelancong.

Hal ini mendorong permintaan yang lebih tinggi terhadap jenis pariwisata yang menawarkan koneksi mendalam dengan alam dan budaya lokal. Dalam konteks ini, desa wisata, dengan fokus alaminya pada pelestarian budaya dan lingkungan serta keterlibatan komunitas, memiliki posisi yang sangat strategis.

Potensi ini memungkinkan desa wisata untuk tidak hanya menjadi destinasi menarik, tetapi juga motor penggerak ekonomi baru yang lebih tangguh dan berkelanjutan, mampu menghadapi gejolak ekonomi di masa depan.

Artikel ini disusun sebagai modul panduan A-Z yang komprehensif dan aplikatif untuk para pemangku kepentingan dan pegiat wisata dalam mengembangkan desa wisata. Tujuannya adalah menyediakan kerangka kerja yang praktis dan terstruktur, mulai dari pemahaman konsep dasar hingga langkah-langkah implementasi di lapangan.

Panduan ini diharapkan dapat membantu desa-desa untuk menjadi destinasi wisata yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan di era modern, dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal dan relevan dengan tren pariwisata terkini.

1. Konsep Dasar Desa Wisata

Definisi Desa Wisata

Pemahaman yang jelas mengenai definisi desa wisata menjadi landasan penting dalam pengembangannya. Menurut Kemenparekraf, desa wisata adalah bagian dari destinasi wisata yang dirancang untuk menjadi pusat kegiatan wisata berbasis komunitas, dengan tetap menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Definisi ini menggarisbawahi pentingnya peran aktif masyarakat lokal dalam setiap aspek pengembangan.

Secara lebih luas, desa wisata dapat dipahami sebagai suatu bentuk integrasi antara potensi daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata hasil buatan manusia dalam satu kawasan tertentu. Integrasi ini harus didukung oleh atraksi, akomodasi, dan fasilitas lainnya yang sesuai dengan kearifan lokal masyarakat.

Penekanan pada “berbasis komunitas” dan “kearifan lokal” dalam definisi ini bukan sekadar frasa, melainkan fondasi filosofis yang membedakan desa wisata dari bentuk pariwisata massal.

Ini menyiratkan bahwa keberhasilan pengembangan desa wisata tidak hanya diukur dari jumlah kunjungan atau pendapatan semata, tetapi juga dari sejauh mana masyarakat lokal menjadi pemilik dan penjaga utama aset wisata mereka.

Partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan akan membangun rasa kepemilikan dan tanggung jawab, yang pada gilirannya mendorong pelestarian budaya dan lingkungan secara otentik.

Proses ini menciptakan pengalaman wisata yang unik dan berkelanjutan, membedakan desa wisata dari pariwisata massal yang seringkali dapat merusak identitas lokal dan lingkungan.

Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Pengembangan Desa Wisata

Pengembangan desa wisata memiliki tujuan, fungsi, dan manfaat yang multidimensional, melampaui sekadar aspek ekonomi.

Tujuan Utama Pengembangan Desa Wisata:

  1. Meningkatkan Perekonomian Desa: Tujuan krusial adalah menciptakan sumber pendapatan baru bagi masyarakat desa melalui berbagai aktivitas pariwisata. Ini mencakup peluang usaha baru seperti kerajinan tangan, kuliner tradisional, dan penyediaan homestay.
  2. Melestarikan Budaya dan Tradisi: Melalui desa wisata, budaya lokal dapat terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada wisatawan, memastikan warisan leluhur tetap hidup dan dihargai.
  3. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Lokal: Desa wisata berfungsi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat melalui pelibatan aktif mereka dalam pengelolaan dan pelayanan wisata.
  4. Mendorong Pengembangan Infrastruktur Desa: Program desa wisata sering kali diiringi dengan pengembangan infrastruktur untuk mendukung aksesibilitas dan kenyamanan wisatawan, seperti perbaikan jalan dan fasilitas dasar.

Fungsi Strategis Desa Wisata:

Desa wisata memiliki peran strategis dalam mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, mencakup berbagai dimensi:

  1. Fungsi Ekonomi: Menyediakan lapangan kerja dan peluang usaha baru bagi masyarakat lokal.
  2. Fungsi Sosial dan Budaya: Menjaga keberlangsungan budaya dan tradisi lokal, mempererat hubungan sosial antarwarga melalui kerja sama, dan meningkatkan rasa bangga masyarakat terhadap budaya dan potensi desa mereka.
  3. Fungsi Pendidikan: Memberikan edukasi kepada wisatawan tentang budaya, tradisi, dan praktik keberlanjutan yang diterapkan masyarakat desa, serta menjadi media pembelajaran bagi generasi muda desa untuk mengenal potensi lokal dan pentingnya pelestarian.
  4. Fungsi Lingkungan: Mengembangkan kesadaran lingkungan melalui aktivitas wisata ramah lingkungan.
  5. Fungsi Promosi Wilayah: Memperkenalkan potensi daerah kepada wisatawan domestik dan mancanegara, meningkatkan citra positif wilayah, dan menarik minat investor.

Manfaat Konkret Desa Wisata:

  1. Ekonomi: Menyediakan lapangan kerja dan peluang usaha baru bagi masyarakat lokal.
  2. Sosial: Memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong masyarakat desa dalam mengelola wisata.
  3. Lingkungan: Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan dan keberlanjutan.

Kemenparekraf secara eksplisit menggarisbawahi fungsi desa wisata yang multidimensional (ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, lingkungan, promosi). Hal ini menunjukkan bahwa desa wisata bukan sekadar proyek ekonomi, melainkan instrumen pembangunan holistik yang dapat mengatasi berbagai isu pembangunan desa secara terintegrasi.

Kegagalan memahami dimensi ini dapat menyebabkan pengembangan yang tidak seimbang dan tidak berkelanjutan.

Apabila pengembangan hanya berfokus pada aspek ekonomi, misalnya, potensi konflik sosial, kerusakan lingkungan, atau hilangnya otentisitas budaya dapat muncul, yang pada akhirnya mengancam keberlanjutan proyek desa wisata itu sendiri. Oleh karena itu, pendekatan terintegrasi yang mempertimbangkan semua fungsi ini sangatlah penting.

2. Komponen Kunci Pengembangan Desa Wisata (4A + SDM)

Pengembangan destinasi wisata yang unggul, termasuk desa wisata, memerlukan identifikasi dan pengkajian mendalam terhadap empat aspek utama yang dikenal sebagai 4 A: Atraksi, Aksesibilitas, Amenitas, dan Ancillaries.

Selain itu, peran Sumber Daya Manusia (SDM) lokal merupakan komponen krusial yang menentukan keberhasilan.

Identifikasi Komponen Kepariwisataan (4A)

Atraksi (Daya Tarik Wisata)
Atraksi adalah segala sesuatu yang mengandung keunikan, keindahan, keanekaragaman, dan kekayaan alam, budaya, serta kreativitas manusia dalam mengelola kepariwisataan. Ini adalah magnet utama yang menarik wisatawan.

Contoh:

  • Keindahan alam seperti gunung api purba (Desa Nglanggeran), pantai jernih, dan sawah terasering (Desa Jatiluwih).
  • Warisan sejarah seperti Goa Karombo Wera atau Monumen Paccekke.
  • Kerajinan lokal seperti kain tenun khas atau produksi batik tulis (Desa Wukirsari).
  • Kuliner khas seperti dodol Wera atau kalempe.
  • Tradisi dan budaya yang masih kental seperti tarian, adat istiadat (Desa Penglipuran), festival tahunan, atau bahkan aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat yang otentik dapat menjadi daya tarik.

Aksesibilitas
Aksesibilitas merujuk pada kemudahan wisatawan mencapai destinasi, termasuk kondisi jalan, ketersediaan transportasi umum, dan penunjuk arah yang jelas.

Tantangan Umum: Banyak destinasi wisata, khususnya di daerah terpencil, sulit dijangkau karena akses jalan yang buruk, kurangnya transportasi umum, atau bahkan jalanan yang ekstrem di wilayah pegunungan.

Solusi Awal: Perbaikan jalan raya menuju destinasi, pembangunan bandara kecil atau pelabuhan jika relevan untuk pulau-pulau terpencil, serta penyediaan fasilitas dasar seperti penunjuk arah yang jelas.

Amenitas (Fasilitas Pendukung)
Amenitas adalah sarana penunjang wisata yang dirancang untuk kenyamanan wisatawan selama berkunjung.

Contoh: Homestay sebagai tempat penginapan, kios-kios kecil, minimarket, warung makan, toilet bersih, dan tempat parkir.

Tantangan Umum: Seringkali terdapat kekurangan homestay, MCK umum yang bersih, dan tempat sampah yang memadai. Sanitasi yang buruk di objek wisata air panas juga menjadi masalah.

Solusi Awal: Pembangunan atau perbaikan homestay, penyediaan tempat sampah yang cukup dengan pemisahan, serta perbaikan sanitasi objek wisata.

Ancillaries (Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia)
Ancillaries mencakup unsur pendukung seperti masyarakat lokal, pelaku industri pariwisata, dan institusi pengembang. Keberadaan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebagai pengelola utama sangat penting.

Tantangan Umum: Permasalahan sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang kurang, serta kurangnya pengelolaan pariwisata seperti pemandu wisata yang profesional bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Solusi Awal: Memaksimalkan keberadaan Pokdarwis agar aktif tidak hanya pada kegiatan tertentu, tetapi juga sebagai pemandu wisata yang berkelanjutan.

Konsep 4A adalah kerangka dasar yang universal dalam pengembangan pariwisata. Namun, dalam konteks desa wisata, “Ancillaries” memiliki bobot yang jauh lebih besar karena melibatkan langsung “masyarakat sebagai objek dan subjek wisata”.

Ini berarti keberhasilan desa wisata sangat tergantung pada kapasitas kelembagaan lokal dan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), bukan hanya infrastruktur fisik. Jika masyarakat belum siap atau Pokdarwis tidak aktif, bahkan atraksi dan fasilitas terbaik pun tidak akan mampu menarik kunjungan yang berkelanjutan.

Peran Krusial Sumber Daya Manusia (SDM) Lokal dalam Pengelolaan

Kesiapan masyarakat sebagai objek dan subjek wisata merupakan kunci utama keberhasilan pengembangan desa wisata. Namun, salah satu hambatan signifikan yang sering ditemui adalah kurangnya keterampilan profesional dan pemahaman manajemen di kalangan pelaku wisata lokal.

Banyak masyarakat belum sepenuhnya menyadari potensi desa yang mereka miliki atau belum memiliki kemampuan yang memadai untuk mengelola potensi tersebut dengan baik. Kurangnya SDM yang terampil bukan hanya masalah operasional, tetapi juga mencerminkan kurangnya “sadar wisata” di tingkat komunitas. Ini merupakan hambatan kultural yang memerlukan pendekatan pemberdayaan jangka panjang, bukan hanya pelatihan teknis sesaat.

Untuk mengatasi hal ini, solusi yang dapat diterapkan meliputi pelatihan reguler bagi pemandu wisata, pengelola homestay, dan staf transportasi. Pemberian sertifikasi profesional dapat memastikan standar layanan yang berkualitas, dan peningkatan kemampuan berbahasa asing juga penting bagi mereka yang melayani wisatawan mancanegara.

Pendekatan holistik yang mencakup edukasi, sosialisasi manfaat pariwisata, dan pembentukan Pokdarwis yang kuat dapat membangun rasa kepemilikan dan motivasi internal di masyarakat. Dengan dasar kesadaran ini, pelatihan teknis akan menjadi jauh lebih efektif.

Berikut adalah tabel yang merangkum komponen 4A dalam pengembangan desa wisata, beserta contoh, tantangan umum, dan solusi awal:

Tabel Komponen 4A dalam Pengembangan Desa Wisata dan Contohnya

KomponenDefinisi SingkatContoh Konkret di Desa WisataTantangan UmumSolusi Awal
AtraksiDaya tarik unik (alam, budaya, buatan) yang menarik wisatawan.Gunung api purba (Nglanggeran), sawah terasering (Jatiluwih), adat istiadat (Penglipuran), batik tulis (Wukirsari), kuliner khas, festival lokal. 2Kurang dikenal, kurang terkemas menarik, tidak ada pemandu wisata. 5Identifikasi potensi unik, pengemasan paket wisata tematik, pelatihan pemandu wisata. 9
AksesibilitasKemudahan mencapai destinasi.Jalan desa yang memadai, transportasi umum, penunjuk arah. 5Akses jalan buruk, transportasi umum minim, jalan ekstrem, kurang penunjuk arah. 5Perbaikan jalan, pembangunan fasilitas transportasi, penyediaan penunjuk arah yang jelas. 10
AmenitasFasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan.Homestay, kios, warung makan, toilet bersih, tempat parkir, pusat informasi. 1Kurangnya homestay, MCK umum tidak memadai, masalah sanitasi, kurang tempat sampah. 1Pembangunan/perbaikan homestay, penyediaan MCK & tempat sampah, program daur ulang. 1
AncillariesKelembagaan dan SDM pendukung.Pokdarwis aktif, pelaku UMKM, pengrajin, pemandu wisata, pemerintah desa. 1Kurangnya keterampilan SDM, kurangnya kesadaran masyarakat, Pokdarwis tidak aktif, birokrasi rumit. 5Pelatihan SDM (manajemen, layanan, digital), penguatan Pokdarwis, kolaborasi multi-pihak. 10

Tabel ini memberikan visualisasi komprehensif mengenai kerangka 4A yang fundamental secara ringkas dan mudah dicerna. Dengan menyertakan contoh konkret dari berbagai desa wisata, tabel ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana setiap komponen diwujudkan di lapangan, bukan sekadar teori.

Kolom tantangan umum memungkinkan pembaca untuk dengan cepat mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin mereka hadapi di desa mereka sendiri, berfungsi sebagai daftar periksa awal. Lebih lanjut, tabel ini memberikan arahan awal untuk mengatasi tantangan tersebut, memicu pemikiran tentang langkah-langkah praktis yang dapat diambil.

Pada akhirnya, tabel ini berfungsi sebagai alat referensi cepat bagi tim pengembangan desa wisata saat melakukan identifikasi potensi awal dan penyusunan rencana, memastikan tidak ada aspek penting yang terlewat.

3. Pendekatan Terkini Pariwisata Berkelanjutan dan Berbasis Komunitas

Pengembangan desa wisata di era modern tidak dapat dilepaskan dari dua pendekatan utama: pariwisata berkelanjutan dan pariwisata berbasis komunitas.

Kedua konsep ini saling terkait dan menjadi fondasi untuk menciptakan destinasi yang tidak hanya menarik secara ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.

Prinsip Pariwisata Berkelanjutan dalam Konteks Desa Wisata

Pariwisata berkelanjutan menekankan pelestarian aspek alam, budaya, dan sosial dalam industri pariwisata. Hal ini berarti pengembangan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat.

Aspek lingkungan mencakup pengelolaan yang baik, seperti penyediaan tempat sampah yang cukup, penerapan program daur ulang, serta pembatasan jumlah pengunjung di destinasi yang sensitif seperti taman nasional atau terumbu karang.

Tujuannya adalah meminimalkan jejak ekologis dan menjaga keindahan alam tetap lestari.

Lebih dari sekadar menjaga lingkungan fisik, konsep keberlanjutan dalam desa wisata juga mencakup “keberlanjutan sosial-budaya”. Ini berarti menjaga pelestarian kearifan lokal, tradisi, dan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat desa.

Kearifan lokal dan tradisi ini merupakan aset tak ternilai yang membedakan desa wisata dari destinasi lain. Misalnya, sistem irigasi tradisional Subak di Desa Jatiluwih yang diakui UNESCO, atau komitmen Desa Penglipuran dalam menjaga adat leluhur, adalah contoh nyata bagaimana pelestarian budaya menjadi daya tarik utama.

Pelestarian ini harus menjadi inti dari setiap strategi pengembangan, karena tanpa identitas budaya yang kuat, desa wisata berisiko kehilangan keunikan dan otentisitasnya.

Ekowisata Berbasis Komunitas (CBT): Keterlibatan Aktif Masyarakat

Ekowisata berbasis komunitas (Community-Based Tourism/CBT) merupakan pendekatan yang mendukung keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengembangan wisata secara berkelanjutan.

Dalam model ini, masyarakat desa ditempatkan sebagai aktor utama dalam pengelolaan destinasi wisata yang berbasis lingkungan dan budaya lokal.

Tujuan utama CBT adalah memungkinkan pengunjung untuk belajar dan mendapatkan kesadaran tentang komunitas lokal, budayanya, gaya hidup, dan lingkungan setempat, dengan memastikan bahwa sebagian besar manfaat ekonomi tetap berada di dalam komunitas itu sendiri.

Keterlibatan masyarakat dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) menjadi kunci keberhasilan implementasi CBT. Melalui Pokdarwis, masyarakat dapat berpartisipasi aktif mulai dari tahap perencanaan, pengambilan keputusan, hingga pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pariwisata.

CBT bukan sekadar metode, melainkan sebuah filosofi pemberdayaan yang mentransformasi masyarakat dari objek menjadi subjek pariwisata.

Keterlibatan aktif ini menciptakan efek berlipat ganda: peningkatan kesejahteraan ekonomi yang dirasakan langsung oleh warga, penguatan identitas budaya karena mereka menjadi penjaga dan pewarisnya, serta peningkatan kesadaran lingkungan karena mereka memiliki kepentingan langsung dalam menjaga kelestarian sumber daya alam.

Semua ini berkontribusi pada keberlanjutan jangka panjang desa wisata. Ketika masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab, motivasi mereka untuk melestarikan budaya dan lingkungan akan sangat tinggi, menciptakan lingkaran positif keberlanjutan.

Sinergi Pemerintah dan Masyarakat untuk Keberlanjutan

Keberhasilan pengembangan desa wisata sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta — termasuk akademisi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) — sangat diperlukan untuk mewujudkan ekowisata berkelanjutan.

Keterbatasan sumber daya yang seringkali dimiliki oleh masyarakat lokal menjadikan kolaborasi multi-pihak ini sebagai prasyarat mutlak, bukan sekadar pilihan.

Tanpa dukungan eksternal, upaya pengembangan desa wisata cenderung terhambat oleh masalah infrastruktur yang belum memadai, keterbatasan sumber daya manusia, dan birokrasi yang rumit.

Pemerintah memiliki peran penting dalam memberikan dukungan yang memadai, mulai dari pembinaan dan kegiatan pelatihan agar masyarakat desa mampu mengelola potensi desa dengan baik tanpa mengabaikan asas keberlanjutan.

Dukungan pemerintah juga dapat berupa kebijakan, seperti memasukkan program pengembangan desa wisata ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa atau mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) yang mendukung pengembangan dan pengelolaan desa wisata.

Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab dalam pembangunan infrastruktur dasar yang diperlukan untuk mendukung pariwisata.

Pihak swasta, seperti perusahaan, dapat memberikan modal awal atau dukungan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembangunan infrastruktur dasar atau pelatihan.

Sementara itu, akademisi dan LSM dapat memberikan pendampingan, keahlian, dan pelatihan yang dibutuhkan masyarakat. Sinergi yang kuat ini akan mengatasi hambatan sumber daya dan birokrasi, mempercepat proses pengembangan, dan menjaga keberlanjutan desa wisata dalam jangka panjang.

4. Panduan A-Z: Langkah-Langkah Praktis Pengembangan Desa Wisata

Pengembangan desa wisata memerlukan pendekatan sistematis dan langkah-langkah aplikatif yang terencana. Berikut adalah panduan A-Z yang merinci tahapan praktis yang dapat dilakukan.

Tahap 1: Identifikasi Potensi dan Perencanaan Awal

Langkah awal yang fundamental dalam merintis pengembangan desa wisata adalah melakukan identifikasi potensi desa secara mendalam. Proses ini bukan sekadar inventarisasi, melainkan “menemukenali” keunikan dan otentisitas desa.

Potensi yang dianalisis meliputi keindahan alam (sumber daya alam), kekayaan budaya, warisan sejarah, serta kondisi infrastruktur dan aksesibilitas yang ada.

Kesalahan dalam tahap ini dapat menyebabkan pengembangan yang tidak sesuai karakter desa dan kehilangan daya tarik utamanya. Jika identifikasi potensi dilakukan secara dangkal, pengembangan desa wisata cenderung meniru model desa lain atau tidak sesuai dengan karakter asli desa, yang pada akhirnya mengurangi keunikan dan otentisitasnya.

Wisatawan modern mencari pengalaman yang berbeda dan otentik, sehingga kehilangan identitas dapat menghambat daya tarik dan keberlanjutan kunjungan.

Penting untuk menggunakan metode partisipatif, seperti Participatory Rural Appraisal (PRA), yang menempatkan masyarakat sebagai mitra aktif dalam proses pengumpulan informasi, perencanaan, dan pengambilan keputusan terkait pembangunan di lingkungan perdesaan.

Setelah potensi teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana pengembangan desa wisata. Rencana ini, yang dapat dimulai dengan Rencana Tindak Lanjut (RTL) sederhana, harus memuat skala prioritas yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Contoh prioritas bisa meliputi mempercantik potensi wisata, sosialisasi sadar wisata di lingkungan masyarakat, atau audiensi dengan dinas pariwisata setempat.

Tahap 2: Pengorganisasian dan Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan desa wisata membutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah desa, masyarakat lokal, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat lainnya. Langkah krusial dalam tahap ini adalah pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

Pokdarwis harus diakui secara resmi melalui Surat Keputusan (SK) kepala desa, sebagai langkah awal institusionalisasi. Dalam proses pembentukan ini, sangat penting untuk mencari “local champion”.

Sosok ini tidak harus memiliki rekam jejak kepemimpinan formal, tetapi yang terpenting adalah komitmen, kemauan, dan keluangan waktu untuk menjadikan pengembangan desa wisata sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.

Local champion bertindak sebagai katalisator, menggerakkan partisipasi masyarakat yang seringkali belum sepenuhnya “sadar wisata”. Tanpa kepemimpinan internal yang kuat, inisiatif dari luar akan sulit berakar dan berkelanjutan.

Selanjutnya adalah pemberdayaan ekonomi lokal. Kunci keberlanjutan pengembangan desa wisata terletak pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Ini dapat dimulai dengan melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM lokal, pengrajin, pengelola homestay, penyedia kuliner, dan pemandu wisata.

Langkah-langkah kecil ini memastikan bahwa manfaat ekonomi dari pengembangan desa wisata dapat dirasakan secara merata oleh seluruh elemen masyarakat.

Tahap 3: Pengembangan Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung

Infrastruktur dasar yang memadai adalah prasyarat, bukan kemewahan, bagi desa wisata. Keterbatasan akses dan fasilitas dasar, seperti sanitasi yang buruk atau masalah sampah, merupakan hambatan utama yang dapat menghalangi kunjungan wisatawan, bahkan jika atraksi desa sangat menarik.

Ini menunjukkan bahwa investasi awal harus difokuskan pada fondasi fisik dan lingkungan. Jika atraksi menarik tetapi infrastruktur buruk, pengalaman wisatawan akan tidak nyaman, yang pada akhirnya menurunkan minat kunjungan dan membuat promosi tidak efektif, sehingga menghambat keberhasilan pengembangan desa wisata.

Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi perbaikan aksesibilitas dan sarana dasar. Perbaiki jalan raya menuju destinasi, terutama di daerah terpencil, bangun bandara kecil atau pelabuhan jika relevan, dan sediakan fasilitas dasar seperti toilet bersih, tempat parkir, dan penunjuk arah yang jelas.

Selain itu, pengelolaan lingkungan yang efektif juga sangat penting. Sediakan tempat sampah yang cukup dengan pemisahan sampah organik dan non-organik, terapkan program daur ulang di area wisata, dan libatkan komunitas lokal dalam menjaga kebersihan destinasi.

Pastikan setiap pengembangan berjalan searah dengan konsep keberlanjutan dan ramah lingkungan, serta menjaga keindahan alam agar tetap menarik bagi wisatawan.

Tahap 4: Pengemasan Produk dan Pengalaman Wisata Unik

Desa wisata harus mampu menawarkan produk dan pengalaman wisata yang unik dan berbeda dari destinasi lain. Diversifikasi produk wisata adalah kunci untuk menarik segmen wisatawan yang berbeda dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis atraksi.

Hal ini, memungkinkan desa untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada, dari alam hingga budaya, menciptakan nilai tambah yang lebih besar. Jika desa hanya mengandalkan satu atraksi, ia akan rentan terhadap perubahan tren atau potensi kerusakan atraksi tersebut.

Dengan diversifikasi produk, desa dapat menarik pasar yang lebih luas, menciptakan pengalaman yang lebih kaya dan mendalam, serta meningkatkan daya saing dan keberlanjutan ekonomi.

Kembangkan berbagai jenis wisata seperti ekowisata, agrowisata (jika desa memiliki potensi pertanian atau perkebunan), wisata petualangan, wisata kesehatan (misalnya yoga atau spa tradisional), wisata kuliner, dan kerajinan tangan.

Selanjutnya, buat paket wisata tematik yang menawarkan pengalaman unik, seperti festival budaya, pelatihan kerajinan lokal, atau wisata kuliner khas daerah. Penting untuk mengemas potensi lanskap pedesaan dengan kearifan lokal menjadi atraksi dan paket wisata yang menarik, tanpa mengubah karakter asli desa agar tidak kehilangan keunikan dan otentisitasnya.

Setelah semua potensi dikemas menjadi atraksi dan paket wisata, lakukan tahap uji coba produk dan paket wisata. Tahap ini memungkinkan pemerintah desa, Pokdarwis, dan masyarakat untuk mengevaluasi potensi daya tarik wisata dan kesesuaian paket wisata dengan minat atau kebutuhan wisatawan.

Tahap 5: Pemasaran dan Promosi Digital Efektif

Di era digital saat ini, optimalisasi pemasaran dan promosi menjadi sangat krusial. Meskipun media sosial menawarkan jangkauan luas dan biaya rendah 13, hambatan utama adalah “konten tidak menarik” dan “kurangnya keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM)”.

Hal ini menunjukkan bahwa investasi dalam pelatihan soft skill dan kreativitas (misalnya, storytelling digital) sama pentingnya dengan akses teknologi. Pemasaran digital bukan sekadar posting, tetapi strategi konten yang terencana dan dikelola secara profesional. Jika konten tidak menarik atau SDM tidak terampil, promosi tidak akan efektif, meskipun akses media sosial tinggi.

Oleh karena itu, investasi pada pelatihan konten kreatif dan manajemen media sosial sangat penting untuk meningkatkan kualitas konten, engagement, jangkauan, dan akhirnya kunjungan wisatawan.

Manfaatkan media sosial (Instagram, Facebook, TikTok) untuk kampanye promosi yang menarik, seperti video pendek atau cerita visual.10 Bangun portal pariwisata resmi yang memberikan informasi lengkap, mulai dari lokasi, aktivitas, hingga ulasan wisatawan.

Berikan pelatihan kepada Pokdarwis dan masyarakat tentang pembuatan konten kreatif (foto dan video) yang menarik dan informatif, serta manajemen media sosial yang efektif, termasuk unggahan rutin, caption yang relevan, dan pengaturan feed yang terorganisir.

Libatkan influencer lokal dan internasional untuk mempromosikan destinasi. Berkolaborasi dengan akun media yang memiliki banyak follower juga dapat memperluas jangkauan promosi secara signifikan.

Silakan akses gratis : Materi Belajar Digital Marketing.

Tahap 6: Monitoring, Evaluasi, dan Inovasi Berkelanjutan

Tahap monitoring dan evaluasi seringkali terabaikan, padahal merupakan fondasi untuk “inovasi berkelanjutan”. Tanpa evaluasi yang jujur, desa wisata akan stagnan dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan tren atau mengatasi masalah yang muncul, sehingga mengancam keberlanjutan jangka panjang.

Lingkungan pariwisata yang dinamis menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi. Ini memerlukan kerangka kerja yang fleksibel dan mekanisme umpan balik yang kuat, bukan hanya rencana statis.

Lakukan monitoring dan evaluasi rutin terhadap program pengembangan desa wisata untuk menilai keberhasilan, mengidentifikasi masalah yang muncul, dan melakukan perbaikan.

Masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam proses evaluasi ini, karena mereka adalah pihak yang paling merasakan dampak langsung dari kegiatan pariwisata.

Pengembangan inovasi produk dan pengalaman baru adalah kunci untuk memperkaya pengalaman wisatawan dan meningkatkan daya saing desa wisata. Kembangkan atraksi baru yang mengombinasikan potensi budaya, alam, dan kreativitas lokal.

Contohnya termasuk paket workshop pembuatan kerajinan tangan, paket gastronomi yang menonjolkan kuliner khas, atau kegiatan yang mengusung konsep ekowisata dengan melibatkan partisipasi wisatawan dalam aktivitas pelestarian lingkungan.

5. Tantangan Umum dan Solusi Inovatif

Pengembangan desa wisata di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Namun, setiap tantangan selalu disertai dengan peluang untuk menerapkan solusi inovatif.

Identifikasi Tantangan

  1. Infrastruktur Terbatas: Banyak destinasi wisata sulit dijangkau karena akses jalan yang buruk, kurangnya transportasi umum, atau fasilitas pendukung yang minim seperti toilet bersih, tempat parkir, dan penunjuk arah yang jelas.
  2. Pengelolaan Sampah yang Belum Efektif: Sampah plastik dan limbah sering ditemukan di destinasi wisata, terutama di pantai dan kawasan pegunungan, mengancam keindahan dan keberlanjutan lingkungan.
  3. Kompetensi Pelaku Wisata Rendah: Banyak pelaku wisata lokal belum memiliki keterampilan profesional yang memadai untuk memberikan layanan berkualitas, termasuk dalam hal manajemen dan bahasa asing.
  4. Ancaman Terhadap Alam dan Budaya Lokal: Aktivitas pariwisata yang tidak terkendali sering merusak ekosistem dan mengancam kelestarian budaya lokal, jika tidak diatur dengan baik.
  5. Promosi Digital Belum Optimal: Promosi destinasi wisata Indonesia belum merata dan kurang inovatif di era digital, dengan konten yang kurang menarik dan keterampilan SDM yang terbatas dalam pengelolaan media sosial.
  6. Ketergantungan pada Satu Jenis Atraksi: Banyak destinasi wisata hanya mengandalkan satu jenis atraksi, sehingga kurang menarik bagi segmen wisatawan yang berbeda dan rentan terhadap perubahan tren.
  7. Ketergantungan pada Wisatawan Mancanegara: Ketergantungan yang tinggi pada wisatawan mancanegara membuat sektor ini rentan terhadap krisis global, seperti pandemi.
  8. Kesadaran Masyarakat yang Belum Optimal: Pemahaman masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari potensi desa yang dimiliki serta kemampuan dalam mengelola potensi desa dengan baik adalah hambatan besar.
  9. Birokrasi yang Rumit: Proses birokrasi yang cenderung rumit juga menjadi kendala dalam pengembangan desa wisata.11
  10. Dinamika Internal Komunitas: Adanya pro dan kontra di antara masyarakat mengenai pengembangan desa wisata dapat menghambat pengambilan keputusan dan implementasi program.

Tantangan yang berulang seperti infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), dan promosi digital menunjukkan bahwa ini adalah “masalah sistemik” dalam pengembangan desa wisata di Indonesia.

Solusi tidak bisa bersifat parsial; mereka memerlukan pendekatan terintegrasi yang melibatkan intervensi kebijakan, investasi, dan pemberdayaan komunitas secara simultan. Misalnya, infrastruktur yang buruk membatasi akses, SDM yang kurang terampil membatasi kualitas layanan, dan promosi digital yang lemah membatasi jangkauan. Semua ini saling terkait dan membutuhkan solusi komprehensif.

Solusi Praktis dan Strategi Mengatasi Hambatan

  1. Peningkatan Infrastruktur Pariwisata: Memperbaiki jalan raya menuju destinasi wisata (terutama di daerah terpencil), membangun bandara kecil dan pelabuhan jika relevan, serta menyediakan fasilitas dasar seperti toilet bersih, tempat parkir, dan penunjuk arah yang jelas.
  2. Pengelolaan Sampah yang Lebih Efektif: Menyediakan tempat sampah yang cukup dengan pemisahan sampah organik dan non-organik, menerapkan program daur ulang di area wisata, dan melibatkan komunitas lokal dalam menjaga kebersihan destinasi.
  3. Peningkatan Kompetensi Pelaku Wisata: Mengadakan pelatihan reguler bagi pemandu wisata, pengelola homestay, dan staf transportasi; memberikan sertifikasi profesional; dan meningkatkan kemampuan berbahasa asing bagi mereka yang melayani wisatawan mancanegara.
  4. Melindungi Alam dan Budaya Lokal: Membatasi jumlah pengunjung di destinasi sensitif (seperti taman nasional dan terumbu karang), meningkatkan regulasi untuk mencegah pembangunan yang merusak lingkungan, dan mempromosikan wisata berbasis budaya yang melibatkan komunitas lokal sebagai pengelola utama.
  5. Optimalisasi Promosi Digital: Menggunakan media sosial untuk kampanye promosi yang menarik (seperti video pendek atau cerita visual), melibatkan influencer lokal dan internasional, dan membangun portal pariwisata resmi yang memberikan informasi lengkap.
  6. Diversifikasi Produk Wisata: Mengembangkan ekowisata, wisata petualangan, dan wisata kesehatan (seperti yoga atau spa tradisional); menawarkan pengalaman unik (seperti festival budaya, pelatihan kerajinan lokal, atau wisata kuliner khas daerah); dan mengemas paket wisata tematik.
  7. Meningkatkan Daya Tarik Wisata Domestik: Mengadakan promosi khusus untuk wisatawan domestik (seperti harga tiket masuk terjangkau atau program “Explore Indonesia”), mengembangkan transportasi antardaerah yang nyaman dan murah, dan meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan rasa bangga terhadap destinasi lokal.
  8. Kolaborasi Multi-Pihak: Mendorong kolaborasi antara pemerintah, swasta, masyarakat, dan akademisi untuk mengatasi keterbatasan sumber daya dan birokrasi yang rumit. Pemerintah sebagai fasilitator kebijakan dan investasi; komunitas sebagai pelaksana; swasta sebagai mitra pendukung.
  9. Pemberdayaan dan Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui dialog terbuka dan diskusi untuk memahami ide dan kebutuhan mereka terkait pengembangan desa wisata, serta mengikutsertakan mereka dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.

6. Studi Kasus Desa Wisata Sukses di Indonesia

Mempelajari desa wisata yang telah meraih kesuksesan, bahkan di kancah internasional, memberikan pembelajaran berharga mengenai faktor-faktor kunci keberhasilan dan praktik terbaik yang dapat direplikasi.

Analisis Faktor Kunci Keberhasilan

Empat desa wisata di Indonesia telah membuktikan keunggulan mereka di tingkat global:

  1. Desa Wisata Nglanggeran, Yogyakarta: Terletak di Kabupaten Gunungkidul, desa ini dikenal dengan Gunung Api Purba Nglanggeran. Keberhasilannya didorong oleh pengelolaan berbasis masyarakat yang terstruktur dan inovasi, termasuk pengembangan paket wisata edukasi. Desa ini menerima penghargaan “Best Tourism Village” dari UN Tourism pada tahun 2021.
  2. Desa Wisata Penglipuran, Bali: Sebagai desa adat di Kabupaten Bangli, Penglipuran mempertahankan tradisi leluhur dan adat istiadat Bali dalam kehidupan sehari-hari. Komitmen kuat dalam menjaga nilai-nilai tradisional menjadikannya destinasi budaya yang unik dan meraih penghargaan “Best Tourism Villages” 2023.
  3. Desa Wisata Jatiluwih, Bali: Berlokasi di kaki Gunung Batukaru, Tabanan, desa ini menawarkan panorama sawah terasering yang menakjubkan, didukung oleh sistem irigasi tradisional Subak yang telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 2012. Dedikasi dalam melestarikan budaya dan mengelola potensi wisata membawanya meraih penghargaan “Best Tourism Village” 2024.
  4. Desa Wisata Wukirsari, Yogyakarta: Di Kabupaten Bantul, desa ini memadukan keindahan alam dan budaya unik, dikenal sebagai pusat produksi batik tulis di Kampung Giriloyo. Keberhasilannya dalam mengembangkan ekonomi kreatif, khususnya batik, menjadikannya salah satu desa wisata yang diakui secara global dan meraih penghargaan “Best Tourism Village” 2024.

Dari studi kasus ini, beberapa faktor kunci keberhasilan umum dapat diidentifikasi:

  • Daya Tarik Unik: Memiliki daya tarik yang khas, baik keindahan alam yang memukau maupun tradisi budaya yang otentik.
  • Keterlibatan Masyarakat: Pengembangan pariwisata yang berbasis komunitas, yang memberikan manfaat ekonomi langsung kepada penduduk lokal dan menumbuhkan rasa kepemilikan serta pelestarian.
  • Pelestarian Kearifan Lokal dan Budaya: Komitmen kuat untuk menjaga tradisi leluhur, praktik budaya, dan sistem tradisional (seperti Subak).
  • Fasilitas Memadai dan Akses Mudah: Ketersediaan fasilitas yang cukup dan akses yang mudah bagi wisatawan.
  • Manajemen Efektif: Pengelolaan yang terstruktur dan baik yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan penduduk tetapi juga mengarah pada pengakuan internasional.
  • Inovasi: Pengembangan pariwisata dengan berbagai inovasi, seperti paket wisata edukasi atau pengembangan ekonomi kreatif.
  • Pemberdayaan Ekonomi: Manfaat ekonomi dari pariwisata dirasakan langsung oleh masyarakat, memotivasi keterlibatan berkelanjutan.

Pembelajaran dari Praktik Terbaik

Studi kasus ini secara jelas menunjukkan bahwa “keunikan dan otentisitas yang dilestarikan oleh komunitas” adalah faktor pembeda utama yang membawa desa wisata ke panggung internasional.

Ini bukan tentang membangun sesuatu yang baru secara masif, tetapi tentang mengoptimalkan dan mempromosikan apa yang sudah ada secara otentik. Desa-desa yang berhasil tidak kehilangan identitas mereka dalam proses pengembangan; sebaliknya, mereka justru menguatkan identitas tersebut.

Pembelajaran penting bagi desa-desa lain adalah untuk fokus pada identifikasi dan pelestarian keunikan mereka sendiri, bukan meniru model lain secara membabi buta. Keberhasilan desa wisata ini sangat bergantung pada kemampuan masyarakat dan pemerintah untuk mengelola, melestarikan, dan mengemas potensi lokal secara inovatif.

Pengakuan internasional seringkali datang dari keunikan budaya dan komitmen terhadap keberlanjutan, bukan semata-mata infrastruktur modern. Ini menunjukkan bahwa investasi pada pelestarian budaya dan pemberdayaan komunitas akan menghasilkan daya tarik yang lebih kuat dan berkelanjutan daripada pembangunan fisik semata.

Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis

Pengembangan desa wisata di era modern merupakan peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa sekaligus melestarikan kekayaan budaya dan lingkungan. Pendekatan yang efektif harus berlandaskan pada prinsip pariwisata berkelanjutan dan berbasis komunitas, di mana masyarakat lokal menjadi aktor utama dan penerima manfaat.

Ringkasan Poin Kunci

  • Desa wisata adalah motor penggerak ekonomi desa dan sarana pelestarian tradisi yang multidimensional, mencakup fungsi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, lingkungan, dan promosi wilayah.
  • Pendekatan berbasis komunitas (CBT) dan pariwisata berkelanjutan adalah fondasi utama pengembangan di era modern, memastikan bahwa manfaat ekonomi sejalan dengan pelestarian budaya dan lingkungan.
  • Sinergi antara pemerintah, masyarakat, swasta, dan akademisi sangat penting untuk mengatasi keterbatasan sumber daya dan birokrasi, serta memastikan keberlanjutan pengembangan.
  • Langkah-langkah praktis dari identifikasi potensi hingga monitoring dan evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan adaptif, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat di setiap tahapan.
  • Optimalisasi pemasaran digital, dengan penekanan pada konten kreatif dan kolaborasi dengan influencer atau mitra media, serta peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) lokal, adalah kunci daya saing di pasar pariwisata global.
  • Keberhasilan desa wisata internasional menunjukkan bahwa keunikan dan otentisitas yang dilestarikan oleh komunitas adalah faktor pembeda utama.

Rekomendasi Kebijakan dan Langkah Lanjutan

Untuk mewujudkan desa wisata yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan, direkomendasikan langkah-langkah strategis berikut:

  1. Penguatan Kerangka Kebijakan Lokal: Pemerintah daerah perlu mengintegrasikan program pengembangan desa wisata secara eksplisit ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) yang mendukung pengembangan dan pengelolaan desa wisata. Kebijakan ini harus mencakup aspek pelestarian lingkungan dan budaya.
  2. Prioritas Investasi Infrastruktur dan SDM: Prioritaskan investasi pada infrastruktur dasar yang esensial, seperti akses jalan yang memadai, sistem sanitasi yang bersih, dan pengelolaan sampah yang efektif. Seiring dengan itu, investasi pada pelatihan SDM lokal (manajemen homestay, layanan prima, teknik pemanduan, keterampilan digital, dan bahasa asing) harus menjadi fokus utama.
  3. Pemberdayaan Komunitas Melalui Pokdarwis: Dorong pembentukan dan penguatan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebagai penggerak utama pengembangan desa wisata. Identifikasi dan dukung local champion yang memiliki komitmen tinggi untuk menginspirasi dan mengorganisir partisipasi masyarakat secara berkelanjutan.
  4. Pengembangan Produk Otentik dan Diversifikasi Pengalaman: Fokus pada pengembangan produk wisata yang unik dan otentik, yang mencerminkan kekayaan alam, budaya, dan kearifan lokal desa. Diversifikasi pengalaman wisata, seperti ekowisata, agrowisata, wisata kuliner, dan workshop kerajinan, akan menarik segmen wisatawan yang lebih luas dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis atraksi.
  5. Strategi Pemasaran Digital Berbasis Konten: Manfaatkan teknologi digital secara maksimal untuk promosi, dengan penekanan pada pembuatan konten kreatif dan visual yang menarik. Lakukan kolaborasi dengan influencer dan mitra media untuk memperluas jangkauan. Pelatihan intensif bagi masyarakat dalam pembuatan dan pengelolaan konten digital sangat penting untuk memastikan promosi yang efektif.
  6. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan: Lakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan partisipatif untuk menilai keberhasilan program, mengidentifikasi masalah, dan melakukan perbaikan. Mekanisme umpan balik yang kuat ini akan memungkinkan desa wisata untuk beradaptasi dengan perubahan tren dan mendorong inovasi berkelanjutan. Kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi di tengah perubahan tren dan tantangan adalah kunci keberlanjutan.

Dengan menerapkan panduan ini secara sistematis dan kolaboratif, desa-desa di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi destinasi wisata unggulan yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan keindahan alam untuk generasi mendatang.

Referensi:

  1. PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN BERBASIS …, accessed July 20, 2025, https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/cdj/article/download/35569/26081/136735
  2. Desa Wisata: Pengertian, Tujuan, dan Manfaatnya – Desa Dabulon, accessed July 20, 2025, https://dabulon.simsa.id/first/unduh_dokumen_artikel/167
  3. Peluang Dan Tantangan Pengelolaan Desa Ekowisata Berbasis Masyarakat Di Desa Wisata Tegal Loegood | Jurnal ISO: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora, accessed July 20, 2025, https://penerbitadm.pubmedia.id/index.php/iso/article/view/2576
  4. Pemetaan Potensi Wisata, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Desa Wisata Pengadangan Barat, Kabupaten Lombok Timur – Journal of Tourism and Economic, accessed July 20, 2025, https://jurnal.stieparapi.ac.id/index.php/jtec/article/download/32/58/88
  5. (PDF) Strategi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Wisata Alam …, accessed July 20, 2025, https://www.researchgate.net/publication/339175056_Strategi_Pengembangan_Desa_Wisata_Berbasis_Wisata_Alam_dan_Budaya_Sebagai_Media_Promosi_Desa_Sangiang
  6. pengembangan desa wisata sebalor menjadi daerah tujuan wisata, accessed July 20, 2025, https://journal.unita.ac.id/index.php/publiciana/article/download/297/290/
  7. 4 desa wisata Indonesia peraih penghargaan internasional …, accessed July 20, 2025, https://www.antaranews.com/berita/4670301/4-desa-wisata-indonesia-peraih-penghargaan-internasional
  8. Pengembangan Desa Wisata Berkelanjutan: Studi Kasus di Desa Paccekke, Kabupaten Barru, Indonesia – Journal IPB, accessed July 20, 2025, https://journal.ipb.ac.id/index.php/p2wd/article/download/39296/24223
  9. 8 Tahapan Membangun Desa Wisata. Langkah Demi Langkah …, accessed July 20, 2025, https://www.dewitinalah.com/2023/11/8-tahapan-membangun-desa-wisata-langkah-demi-langkah-mewujudkan-desa-wisata-unggul-berkelanjutan.html
  10. 7 Solusi Praktis untuk Mengatasi Tantangan Pariwisata Indonesia …, accessed July 20, 2025, https://blog.agendakota.id/2024/12/24/7-solusi-praktis-untuk-mengatasi-tantangan-pariwisata-indonesia/
  11. DESA WISATA ANTARA PELUANG DAN TANTANGAN – IBEKA, accessed July 20, 2025, https://ibeka.or.id/desa-wisata-antara-peluang-dan-tantangan/
  12. 10 Tahapan Pengembangan Desa Wisata (Rintisan), accessed July 20, 2025, https://insanwisata.id/tahap-pengembangan-desa-wisata/
  13. 2 Bulan : Mei Tahun : 2023 Pemanfaatan Media Sosial sebagai …, accessed July 20, 2025, https://jurnal.ideaspublishing.co.id/index.php/ideas/article/download/1281/545
  14. Peran Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Desa Wisata …, accessed July 20, 2025, https://unair.ac.id/post_fetcher/fakultas-vokasi-peran-masyarakat-lokal-dalam-pengembangan-desa-wisata-tulungrejo-blitar/
  15. STRATEGI KONTEN DIGITAL MARKETING UNTUK … – Jurnal UNNES, accessed July 20, 2025, https://journal.unnes.ac.id/journals/jpoi/article/download/21645/3125

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X

Terkait

Previous Post

Mau Kerja di Australia? Cek Peluang, Persiapan, dan Info Loker yang Tersedia

Next Post

The Importance of Prioritizing Children’s Health from an Early Age

Ryan Ariyanto

Ryan Ariyanto

Ryan Ariyanto aktif berkegiatan untuk desa, pemberdayaan masyarakat dan dunia digital marketing. Selain aktif mengelola sedesa.id, juga sebagai Peneliti Lepas Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM. Saat ini bekerja sebagai Analis Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka - Kampus Merdeka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Related Posts

Kobi Education Berikan 5 Rekomendasi Buku Arahan Study Abroad S1, Simak Infonya Di Sini!
Berita Desa

Kobi Education Berikan 5 Rekomendasi Buku Arahan Study Abroad S1, Simak Infonya Di Sini!

by Ryan Ariyanto
Oktober 27, 2025
0

Persiapan kuliah S1 di kampus luar negeri tentu tidak mudah. Sebab, ada banyak proses rumit yang perlu kamu jalani. Apalagi,...

Read moreDetails
DLH Kabupaten Banjar: Mengawal Lingkungan untuk Masa Depan Berkelanjutan
Berita Desa

DLH Kabupaten Banjar: Mengawal Lingkungan untuk Masa Depan Berkelanjutan

by Ryan Ariyanto
Oktober 24, 2025
0

Kabupaten Banjar adalah sebuah kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Martapura. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 4.688,00 km². Di tengah dinamika pembangunan...

Read moreDetails
Sedesa.id Investasi Properti Online Cara Baru Investasi Mulai dari 10ribu
Peluang Usaha

Investasi Properti Online Cara Baru Investasi Mulai dari 10ribu

by Ryan Ariyanto
Oktober 21, 2025
0

Sedesa.id Di banyak desa saat ini, semangat wirausaha dan kemandirian ekonomi mulai tumbuh. Anak muda tidak lagi hanya berharap pada...

Read moreDetails

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Archive

Most commented

Kobi Education Berikan 5 Rekomendasi Buku Arahan Study Abroad S1, Simak Infonya Di Sini!

DLH Kabupaten Banjar: Mengawal Lingkungan untuk Masa Depan Berkelanjutan

Investasi Properti Online Cara Baru Investasi Mulai dari 10ribu

Paket Wisata Jogja Murah Solusi Liburan Seru Destinasi Viral di Jogja

Langkah Strategis dalam Membangun Desa Wisata yang Berkelanjutan

Peran Strategis BUMDes dalam Pengembangan Desa Wisata

Seedbacklink
  • About us
  • Terms of service
  • Privacy Policy
Call us: 085643190105

Sedesa.id © 2025

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Desa
    • Koperasi
    • BUMDes
    • Peluang Usaha
    • Materi dan Publikasi
  • Digital Marketing
  • Nalara Kopi
  • Sedesa TV
  • Layanan
    • Pelatihan Wisata Berkelanjutan
    • Pelatihan Pasar Rakyat

Sedesa.id © 2025

Eksplorasi konten lain dari sedesa.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca