Sedesa.id Desa Ketahanan Pangan Nasional. Memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lumbung pangan keluarga adalah salah satu upaya yang dapat begitu berarti ketika menghadapi kondisi krisis, seperti saat ini ketika harus diam di rumah karena adanya pandemi Covid-19, keberadaan pekarangan rumah yang telah dijadikan sebagai lumbung pangan keluarga akan begitu berharga dan terasa manfaatnya.
Sebelum saya memutuskan untuk menulis ini, siang tadi ingatan saya melayang jauh sampai di kampung halaman, di rumah orang tua. Rumah orang tua saya berada di perbukitan Wonosobo, ketinggian antara 900 – 1200 MDPL, yang mana pemukiman atau desa dengan tipologi perbukitan memang tidak bisa memberi banyak ruang pekarangan, rumah saling berdekatan berjajar vertikal mengikuti kondisi lahan.
Rumah kedua orang tua saya memang tidak memiliki lahan tersisa yang cukup, namun kedua orang tua saya menerapkan lahan yang tersisa di samping dan belakang rumah untuk ditanami berbagai sayuran, baik yang dapat dipanen dalam waktu dekat yaitu satu sampai tiga bulan, atau pun yang jangka panjang dan musiman.
Selain menanam berbagai jenis tanaman sayur, lahan pekarangan di manfaatkan untuk kandang ternak kambing dan juga marmut, selain itu ada kandang ayam di antara sela-sela kandang kambing yang cukup besar. Semua saling mendukung, kebun kecil, kandang tenak dan kolam ikan.
Untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman dapat memanfaatkan pupuk kandang yang dihasilkan oleh kambing dan marmut, sementara untuk kebutuhan menyiram tanaman air yang melimpah di kolam ikan yang mana letak kolah berada di tengah pekarangan menjadi sangat mudah untuk kebutuhan menyiram sayuran. Rumput-rumput yang tumbuh di antara sayuran dan tanaman dijadikan makanan untuk marmut dan kambing.
Membayangkan memang terlihat mudah dan cukup sederhana, namun ternyata mempraktikkannya tidak semudah membayangkan. Perlu adanya ketekunan, keseriusan menciptakan lumbung pangan keluarga. Pengetahuan yang cukup perihal bercocok tanam dan berternak tentu saja wajib menjadi bekal dalam membuat lumbung pangan keluarga.
Ketika berbicara lingkungan di pedesaan, tentu rumah penduduk pada umumnya masih memiliki lumbung pangan keluarga, yang mana masih adanya lahan pekarangan yang tersisa untuk ditanami atau digunakan untuk kebutuhan bercocok tanam dan berternak. Hal ini menjadi tameng dalam menghadapi masa sulit seperti halnya krisis dan pandemi seperti saat ini.
Kota Belajar Dari Desa

Desa Ketahanan Pangan Nasional. Warga desa terbukti dan teruji selalu lebih siap dalam menghadapi krisis, perihal memenuhi kebutuhan pangan di masa krisis tentu Indonesia harus banyak belajar dari konsep hidup masyarakat di desa, corak masyarakat yang memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan baik seperti halnya keberadaan lumbung pangan keluarga, dan juga ciri gotong royong saling bantu antar warga masyarakat.
Berbeda cerita ketika krisis di kota, masyarakat tentu tidak memiliki lumbung pangan yang dapat menjadi penyangga hidup dalam masa sulit untuk beberapa bulan ke depan. Mereka yang bekerja misalnya, ketika perusahaan harus menutup sementara aktivitas maka tidak sedikit yang kemudian harus dirumahkan untuk sementara waktu, belum lagi mereka yang bekerja di sektor informal yang mana ketika kegiatan ekonomi dalam skala besar harus berhenti, maka mereka pun akan kehilangan mata pencaharian, kehilangan pendapatan.
Krisis selalu menjadi momok yang menakutkan, sehingga berbagai upaya menghadapi masa krisis pun disiapkan oleh berbagai pihak, tidak hanya pemerintah melalui berbagai kebijakan, namun juga warga masyarakat yang saling bahu membahu saling tolong dan menguatkan satu sama lain di masa krisis.
Di kota, ketika krisis melanda seperti saat ini yang mana disebabkan oleh pandemi, sehingga masyarakat terpaksa harus di rumah dan banyak industri atau kegiatan ekonomi terhenti, maka upaya memenuhi kebutuhan pokok atau pangan menjadi persoalan yang serius, persoalan yang tidak dapat ditunda.
Masyarakat di kota tidak seperti mereka yang tinggal di desa, yang memiliki lumbung pangan keluarga, baik yang berupa pekarangan atau kebun dengan berbagai sayur dan tanaman pangan yang akan mengamankan kebutuhan keluarga selama masa krisis dalam waktu panjang, juga kebiasaan warga desa menyimpan hasil panen untuk kebutuhan pokok mereka. Ketika krisis, penduduk desa lebih tenang, lebih aman, karena sumber pangan masih tercukupi.
Tentu kita bersama-sama patut menjadikan ini catatan, bagaimana kegiatan ekonomi di kota dapat dengan mudah lumpuh dan kemudian menimbulkan berbagai persoalan dasar, yaitu persoalan pangan. Sudah saatnya kita kembali melihat lebih dalam, bahwa yang menjadi pokok dari kehidupan manusia adalah pangan.
Kota perlu meniru bagaimana laku hidup masyarakat desa yang memiliki sumber lumbung pangan keluarga. Dengan berbagai cara yang dapat ditempuh, misalnya memanfaatkan lahan yang ada, melakukan penanaman vertikal, dan menjalankan konsep urban farming yang saat ini mulai banyak diminati masyarakat kota.
Desa Adalah Sumber Kehidupan dan Ketahanan Pangan Nasional

Desa Ketahanan Pangan Nasional. Masyarakat desa yang berprofesi sebagai petani, pekebun dan juga peternak memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan baik lokal daerah dan juga nasional. Namun kita masih setengah-setengah dalam upaya memaksimalkan pertanian yang kita miliki. Pada satu titik, kita masih melihat, kran impor yang menjadi solusi pemenuhan pangan, daripada penguatan pertanian secara nasional.
Petani mungkin dapat kita sebut ‘belum menjadi tuan di tanah sendiri’ sebagian besar petani kita memang hanya sebagai petani penggarap, mereka tidak benar-benar memiliki lahan yang mereka gunakan. Kondisi ini menjadikan petani tidak bisa sejahtera, karena hanya sebagai pekerja, bukan pemilik atas lahan dan juga apa yang ditanamnya.
Di desa-desa mungkin tidak sedikit yang mulai berangsur kehilangan lahan, oleh sebab adanya pembangunan, atau adanya perusahaan yang datang dan menyewa lahan dalam skala besar. Kita sering kali masih mendapati persoalan lahan antara warga desa dalam hal ini petani dengan perusahaan, yang pada akhirnya kita tahu petani kalah dan harus kehilangan lahan serta mata pencaharian ‘profesi’.
Namun pada masa krisis, kita bersama tahu ke mana kita sama-sama menggantungkan hidup. Pangan, pangan dan pangan. Hal ini seharusnya menjadi pengingat pada kita semua, betapa posisi masyarakat desa, posisi petani memegang peranan luar biasa dalam keberlangsungan kehidupan kita.
Begitu juga dengan nelayan kita, mereka yang tinggal di desa-desa pesisir pantai, selama ini masih mengalami berbagai kesulitan dalam memanfaatkan sebaik-baiknya potensi laut kita, bersaing dengan kapal asing, bersaing dengan tongkang yang merusak habitat laut, dan berbagai persoalan lain, seperti halnya reklamasi. Ketika krisis, kita kembali bergantung pada pangan, salah satunya lauk dari laut kita yang kaya.
Kondisi krisis saat ini, tentu momentum baik untuk kita secara bersama-sama evaluasi diri, evaluasi secara keseluruhan bahwa ketahanan pangan nasional kita masih lemah. Mengapa lemah? Karena petani kita belum menjadi tuan di tanahnya sendiri.
Pemerintah dan masyarakat saatnya bergotong royong mewujudkan kembali kedaulatan pangan nasional, saatnya kembali swasembada. Dan desa, adalah titik keberangkatan dari pencapaian ketahanan pangan dan swasembada pangan. Bisa, pasti bisa.
Kesimpulan
Kita bersama-sama menginginkan yang terbaik untuk bangsa kita, untuk keberlangsungan hidup setiap umat manusia, utamanya dalam hal pemenuhan pangan. Kita tentu menginginkan kondisi nasional yang kuat dalam urusan pangan, yang mana urusan pangan dapat dipenuhi dari bumi kita sendiri. Tentu kita ingin swasembada pangan.
Keinginan kita mandiri dan berdaulat atas pangan, tentu perlu kita dorong dengan memberikan dukungan penuh kepada para petani kita, kepada masyarakat desa yang saat ini menekuni profesi sebagai petani, memberikan pengetahuan, melestarikan cara bertani yang ada, dan memerdekakan petani untuk memiliki lahan garapan yang cukup.
Kepemilikan lahan pertanian yang cukup, akses alat, sarana dan prasarana pertanian, pupuk dan teknologi pada akhirnya akan menjadikan petani kita unggul. Hasil pertanian, akan menjadi lumbung pangan tidak hanya bagi desa, daerah dan nasional, bahkan memenuhi kebutuhan pangan negara lain dengan memberlakukan ekspor.
Tentu saja kita bisa, negara kita adalah negara agraris, selain itu juga negara kepulauan yang melimpah sumber daya laut. Petani berdaulat, nelayan berdaulat. Kebutuhan pangan, tercukupi. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan jika pun terjadi krisis seperti saat ini.
Upaya menjadikan desa berdaulat, menjadi lumbung pangan nasional, dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti upaya dan dorongan yang telah dilakukan pemerintah melalui Kementrian Desa misalnya dengan menggerakkan berbagai program, salah satu yang begitu terlihat adalah dengan adanya upaya menghidupkan kegiatan ekonomi masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
BUMDes tentu dapat menjadi wadah yang sangat mumpuni dalam upaya mengembangkan potensi yang ada di desa, baik itu di sektor pertanian, peternakan, perkebunan, atau pun sektor lain seperti halnya produk olahan desa, keragaman budaya, dan sumber daya alam yang juga dapat dijalankan dalam wujud desa wisata.
Sehingga melihat pada kondisi krisis seperti saat ini, kiranya kita bersama paham, bahwa pangan menjadi satu kebutuhan yang pada akhirnya tidak bisa tergantikan. Maka, Desa dan BUMDes hendaknya perlu membuat rencana dan evaluasi, ketika nantinya akan mendirikan unit usaha baru, ada baiknya sektor pangan ini digarap secara serius, sebagai ketahanan lokal desa dan juga daerah atau pun nasional.
Tulisan ini adalah harapan penulis, harapan untuk bangsa tercinta, untuk desa, dan untuk seluruh upaya yang telah dilakukan masyarakat dan pemerintah dalam upaya membangun bangsa. Semoga bermanfaat dan tercapai. Salam. Ari Sedesa.id