• Call: +6285643190105
  • E-mail: sapasedesa@gmail.com
  • Login
  • Register
Education Blog
  • Desa
    • Koperasi
    • BUMDes
    • Peluang Usaha
    • Materi dan Publikasi
  • Digital Marketing
  • Nalara Kopi
  • Sedesa TV
  • Layanan
    • Pelatihan Wisata Berkelanjutan
    • Pelatihan Pasar Rakyat
No Result
View All Result
sedesa.id
No Result
View All Result
Home PUSTAKA Koperasi

Kolaborasi Koperasi Merah Putih, UMKM, dan BUMDes untuk Dorong Ekonomi Desa

Ryan Ariyanto by Ryan Ariyanto
Mei 10, 2025
in Koperasi, PUSTAKA
0
Sedesa.id Kolaborasi Koperasi Desa Merah Putih dan BUMDes
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsappShare on TekegranShare on Tekegran

Sedesa.id Tahun 2025 menjadi momentum strategis bagi Indonesia untuk mendorong kebangkitan ekonomi desa melalui kolaborasi Koperasi, UMKM, dan BUMDes (KUB) Merah Putih. Pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih sebagai bagian dari strategi nasional membangun ekonomi dari pinggiran. Ini berarti hampir setiap desa akan memiliki koperasi baru yang didukung kebijakan nasional dan stimulus modal hingga Rp5 miliar per koperasi.

Tujuan utamanya jelas: memberdayakan ekonomi lokal desa dengan memperkuat kelembagaan ekonomi desa yang sudah ada (BUMDes), pelaku usaha mikro kecil (UMKM), dan koperasi desa baru.

RelatedPosts

Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat

Sistem Monitoring dan Evaluasi Koperasi Desa Merah Putih

Pendanaan Koperasi Desa Merah Putih: Dari APBN hingga Dana Desa, Siapa Bayar Apa?

Dengan kolaborasi “Merah Putih” ini, diharapkan terjadi sinergi dan saling melengkapi, bukannya tumpang tindih atau persaingan yang merugikan.

Bagaimana kolaborasi ini dapat diwujudkan? Berikut kita bahas lima langkah kunci untuk menggerakkan dan memajukan ekonomi lokal desa melalui KUB Merah Putih.

1. Pemetaan Peran dan Penyusunan Cetak Biru Kolaborasi

Langkah pertama adalah memetakan peran masing-masing aktor (Koperasi, UMKM, BUMDes) dan menyusun cetak biru kolaborasi yang jelas. Tanpa pembagian peran yang tegas, dikhawatirkan koperasi desa yang baru justru tumpang tindih usaha dengan BUMDes atau pelaku UMKM lokal.

Suad Subagiyo, Kepala Desa Jarakan di Tulungagung, mengingatkan bahwa jika koperasi menjalankan jenis usaha koperasi yang sama dengan usaha masyarakat, hal itu berpotensi mematikan usaha rakyat kecil, apalagi koperasi didukung konsep yang massal.

Suad Subagiyo juga mengkhawatirkan persaingan antar desa jika setiap desa mendirikan koperasi tanpa koordinasi. Oleh karena itu, cetak biru kolaborasi harus mengatur agar Koperasi Merah Putih fokus pada fungsi yang melengkapi, misalnya sebagai simpul distribusi dan akses permodalan, sementara BUMDes dapat berperan sebagai holding atau payung usaha desa, dan UMKM sebagai ujung tombak produksi dan inovasi di tingkat mikro.

Pendekatan kolaboratif ini telah diusulkan oleh pakar. Dr. Febby Dt. Bangso, misalnya, menyarankan agar Koperasi Merah Putih dijadikan unit usaha BUMDes – artinya koperasi berada di bawah naungan BUMDes yang sudah ada. Dengan model ini, BUMDes sebagai “rumah ekonomi desa” bisa tetap kuat, sementara koperasi tetap berjalan melayani anggota.

Sinergi ini memungkinkan hasil usaha koperasi sebagian menjadi pemasukan BUMDes sebagai PADes (Pendapatan Asli Desa), dan sebagian lagi dinikmati anggota koperasi sesuai prinsip koperasi. Hal ini penting mengingat menurut UU No.25/1992, kesejahteraan anggota adalah fokus utama koperasi sebelum kesejahteraan masyarakat luas.

Jadi integrasi peran akan memastikan manfaat koperasi tidak hanya untuk anggotanya, tapi juga untuk masyarakat desa secara umum melalui BUMDes. Cetak biru harus merinci hal tersebut: jenis usaha apa yang dijalankan masing-masing, mekanisme berbagi keuntungan, dan koordinasi program agar tidak terjadi duplikasi.

Dengan pemetaan peran yang jelas, Koperasi, UMKM, dan BUMDes dapat saling melengkapi alih-alih bersaing. Koperasi Merah Putih, misalnya, bisa fokus sebagai aggregator hasil UMKM desa – menjadi simpul distribusi dan promosi produk-produk UMKM lokal, memperkuat rantai pasok dan membuka akses pasar yang lebih luas.

Sementara itu, BUMDes dapat mengelola layanan publik atau usaha yang berdampak langsung pada komunitas (seperti pengelolaan air, wisata desa, dan lain-lain), serta menyediakan infrastruktur bisnis (contoh: kios bersama, gudang, atau marketplace desa).

Dengan blueprint kolaborasi yang disepakati bersama melalui musyawarah desa, setiap entitas KUB Merah Putih punya peran spesifik yang mendukung satu tujuan besar: kemajuan ekonomi desa.

Baca Juga: Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat

2. Penguatan 5 Pilar: Kelembagaan, Bisnis, Manajemen, Akuntabilitas, Inovasi

Setelah peran ditetapkan, langkah berikutnya adalah penguatan lima pilar fundamental: Kelembagaan, Bisnis, Manajemen, Akuntabilitas, dan Inovasi. Kelima aspek ini adalah pondasi agar kolaborasi KUB Merah Putih berjalan sustainabel dan mampu tumbuh.

1. Pilar Kelembagaan

Kelembagaan: Koperasi dan BUMDes harus memiliki kelembagaan yang kokoh – legalitas jelas, AD/ART yang kuat, dan dukungan regulasi. Contohnya, pembentukan Koperasi Merah Putih diwajibkan melalui musyawarah desa khusus agar memiliki legitimasi dan dukungan warga sejak awal.

Kelembagaan yang kuat juga mencakup struktur organisasi yang tepat dan hubungan kemitraan yang sehat antara desa (pemerintah desa) dengan pengurus koperasi/BUMDes. Jangan sampai ada tarik-menarik kepentingan; regulasi dan kesepakatan lokal perlu memastikan otonomi masing-masing lembaga namun tetap selaras tujuan.

2. Pilar Bisnis

Bisnis: Pilar bisnis menekankan model usaha yang prospektif dan berkelanjutan. Setiap koperasi dan BUMDes perlu perencanaan bisnis yang matang: unit usaha apa yang dijalankan, bagaimana proyeksi pendapatannya, strategi pemasarannya, hingga mitigasi risikonya.

Pemerintah sudah memberi panduan jenis-jenis usaha yang bisa dijalankan koperasi desa, dan dana stimulus hingga Rp3–5 miliar juga disiapkan untuk modal dan pengembangan bisnis. Tantangannya adalah memanfaatkan peluang tersebut sebaik mungkin.

Inovasi model bisnis sangat diperlukan agar usaha KUB relevan dengan kebutuhan zaman. Sebagai contoh, koperasi bisa mengembangkan layanan digital atau platform e-commerce desa, BUMDes bisa berbisnis di sektor wisata atau energi terbarukan sesuai potensi lokal, dan UMKM didorong masuk ke rantai pasok koperasi. Semua ini perlu dirancang dalam business plan kolaboratif.

3. Pilar Manajemen

Manajemen: Pengelolaan harian yang profesional adalah kunci sukses. Banyak BUMDes gagal atau mati suri karena kelemahan manajemen dan SDM yang kurang kompeten. Faktanya, dari 65.941 BUMDes yang terbentuk se-Indonesia, 12.040 di antaranya tidak aktif (mati suri) pada tahun 2021 – salah satu sebab utamanya adalah keterbatasan SDM dan insentif bagi pengelola. Agar tidak mengulang kegagalan, koperasi dan BUMDes perlu meningkatkan kapasitas manajemen.

Itu berarti rekrutmen pengurus yang kapabel, pembagian tugas manajerial yang jelas (keuangan, operasional, pemasaran, dll.), serta penerapan standar operasional baku. Manajemen modern juga menuntut pemanfaatan teknologi informasi – misalnya penggunaan aplikasi akuntansi sederhana, pencatatan anggota/anggota UMKM, hingga sistem inventori – supaya operasional lebih efisien dan terkontrol.

Pemerintah mendorong koperasi desa menjadi modern dan digital; dukungan dana bisa digunakan untuk membangun sistem informasi manajemen dan membeli perangkat digital. Namun teknologi saja tidak cukup tanpa manajemen yang mampu mengoperasikannya sehari-hari.

Baca juga: Struktur Organisasi Koperasi Desa Merah Putih: Siapa Mengatur, Siapa Diawasi?

4. Pilar Akuntabilitas

Akuntabilitas: Pilar ini menjamin bahwa transparansi dan pertanggungjawaban berjalan. Baik koperasi maupun BUMDes mengelola dana masyarakat (anggota koperasi atau aset desa), sehingga wajib dikelola dengan akuntabel. Mekanisme akuntabilitas mencakup pelaporan keuangan rutin, audit (internal dan eksternal), dan pengawasan.

Dalam skema KUB Merah Putih, fungsi pengawasan menjadi sangat krusial untuk mencegah penyalahgunaan atau kinerja buruk. Kementerian Koperasi telah merencanakan pelatihan bagi 240.000 pengawas koperasi demi meningkatkan fungsi pengawasan agar koperasi desa berjalan baik dan akuntabel.

Ini bagian dari strategi penguatan tata kelola sesuai Inpres No. 9/2025. Selain pengawas, 400.000 pengurus koperasi dan sekitar 1,2 juta pengelola unit usaha koperasi di seluruh Indonesia juga akan mendapatkan pelatihan peningkatan kapasitas. Angka yang luar biasa besar ini menunjukkan betapa seriusnya upaya membangun tata kelola yang akuntabel di tingkat lokal.

Akuntabilitas juga berarti keterbukaan dalam kolaborasi: Koperasi harus terbuka pada BUMDes dan pemerintah desa terkait kinerjanya, demikian pula BUMDes harus melibatkan pengawasan komunitas desa. Dengan akuntabilitas, kepercayaan warga akan tumbuh sehingga partisipasi meningkat.

Baca juga: Sistem Monitoring dan Evaluasi Koperasi Desa Merah Putih

5. Pilar Inovasi

Inovasi: Terakhir, pilar inovasi memastikan KUB Merah Putih tidak jalan di tempat. Dunia terus berubah, demikian pula kondisi desa dan preferensi pasar. Inovasi di sini luas maknanya: inovasi produk (misal produk UMKM baru yang unik), inovasi layanan (misal koperasi membuka layanan digital, delivery, atau aplikasi simpan-pinjam online), maupun inovasi model kerjasama.

Budaya inovasi perlu ditanamkan agar baik pengurus koperasi, pengelola BUMDes maupun pelaku UMKM desa selalu mencari cara kreatif dalam memecahkan masalah dan menangkap peluang. Salah satu contoh inovasi kolaborasi adalah mengintegrasikan koperasi desa dengan platform digital besar: pemerintah mendorong koperasi desa untuk bermitra dengan startup e-commerce atau fintech lokal.

Dengan kemitraan seperti itu, koperasi/BUMDes tidak harus membangun semua sendiri dari nol, tapi berkolaborasi memanfaatkan inovasi pihak ketiga. Selain itu, inovasi juga muncul dari generasi muda desa. Program koperasi Merah Putih mendorong pelibatan sarjana muda dan kaum milenial desa agar membawa semangat baru dan literasi teknologi.

Mereka diharapkan menjadi agen inovasi – mengintroduksi ide segar dan membantu transformasi digital di koperasi/BUMDes. Jadi, kelima pilar di atas harus diperkuat secara paralel. Tanpa kelembagaan kuat, bisnis akan rapuh; tanpa manajemen andal, akuntabilitas sulit terjaga; tanpa akuntabilitas, kepercayaan hilang; dan tanpa inovasi, usaha akan stagnan ditinggal zaman.

3. Penyusunan Kurikulum Peningkatan Kapabilitas SDM

Kolaborasi hebat sekalipun tak akan jalan jika sumber daya manusia (SDM) yang menggerakkannya tidak mumpuni. Maka langkah ketiga adalah menyusun kurikulum pelatihan terpadu untuk meningkatkan kapabilitas SDM KUB Merah Putih, mulai dari tingkat pengurus hingga pelaku usaha di desa. Kebutuhan pelatihan ini sangat mendesak.

Banyak desa menghadapi kendala SDM dalam mengelola koperasi baru maupun BUMDes yang ada. Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, misalnya, kesiapan SDM menjadi tantangan utama sehingga Dinas Koperasi setempat bersama Kemenkop dan dinas provinsi bergegas menyiapkan pelatihan khusus bagi para pengurus Koperasi Merah Putih di desa-desa.

Kurikulum peningkatan kapasitas ini idealnya mencakup aspek manajerial, teknis, hingga kewirausahaan. Dari sisi manajerial, materi bisa meliputi: tata kelola koperasi/BUMDes, penyusunan rencana bisnis, pengelolaan keuangan dasar, hingga kepemimpinan komunitas. Secara teknis, pelatihan dapat mencakup penggunaan teknologi informasi (misal: aplikasi akuntansi atau sistem dashboard desa), keterampilan pemasaran digital, dan teknik produksi bagi UMKM. Sisi kewirausahaan juga penting untuk melatih pola pikir inovatif dalam melihat peluang lokal.

Pemerintah pusat sendiri telah merencanakan model pelatihan hybrid (kombinasi daring dan luring) agar dapat menjangkau peserta luas secara efisien. Pendekatan hybrid ini memungkinkan pelatihan dilakukan masif namun tetap interaktif, sehingga transfer knowledge bisa optimal.

Yang tak kalah penting, kurikulum harus disusun kontekstual dengan kebutuhan desa. Artinya, materi pelatihan diadaptasi dengan potensi dan masalah spesifik masing-masing daerah. Desa wisata membutuhkan kurikulum kewirausahaan pariwisata, desa pertanian butuh pelatihan pengolahan hasil panen dan akses pasar, dan seterusnya.

Pendampingan pasca-pelatihan juga perlu disiapkan. Tidak cukup hanya satu-dua kali lokakarya; perlu pendampingan berkelanjutan (misal mentor dari perguruan tinggi atau praktisi) untuk memastikan ilmu yang didapat diaplikasikan di lapangan.

Dari sisi pemerintah, skala pelatihan SDM koperasi desa ini memang besar. Seperti disampaikan Sekretaris Kemenkop Ahmad Zabadi, dari estimasi 80 ribu koperasi yang akan dibentuk, akan ada sekitar 400 ribu pengurus dan 1,2 juta pengelola usaha koperasi yang perlu disiapkan dengan kompetensi memadai. Belum lagi ribuan pengelola BUMDes di seluruh Indonesia serta para pelaku UMKM desa yang perlu pemberdayaan. Ini tantangan sekaligus pekerjaan rumah besar.

Namun, langkah awalnya dimulai dengan menyusun kurikulum terpadu dan modul-modul pelatihan yang tepat sasaran. Kolaborasi ABG (Academic-Business-Government) bisa diterapkan di sini: melibatkan akademisi (kampus atau lembaga pelatihan) untuk merancang kurikulum dan mengajar, dunia usaha untuk magang atau studi kasus, serta dukungan pemerintah dalam pendanaan dan mobilisasi peserta.

Dengan kurikulum peningkatan SDM yang terstruktur, kita memastikan pengelola KUB Merah Putih memiliki pengetahuan dan skill untuk menjalankan perannya masing-masing secara profesional.

Baca Juga! Jenis Usaha Koperasi Desa Merah Putih: Jangan Hanya Simpan Pinjam

4. Pengembangan Dashboard dan Resource Center untuk Pemantauan Peluang & Risiko

Di era digital, data adalah kunci. Untuk mendukung kolaborasi KUB Merah Putih, perlu dikembangkan dashboard terpadu dan resource center (pusat sumber daya) yang bisa digunakan bersama untuk memantau peluang dan risiko ekonomi desa.

Dashboard ini semacam sistem monitoring yang menampilkan informasi penting: mulai dari progres pembentukan dan kinerja koperasi di tiap desa, perkembangan unit usaha BUMDes, tren penjualan produk UMKM, hingga indikator risiko (contoh: penurunan harga komoditas, gagal bayar pinjaman, dsb.).

Langkah keempat ini sejalan dengan inisiatif pemerintah pusat. Kementerian Koperasi telah meluncurkan website “kopdesmerahputih.kop.id” sebagai dashboard nasional Satgas Koperasi Merah Putih, yang menjadi sumber data tunggal perkembangan program tersebut.

Melalui platform ini, setiap desa bisa mendaftar koperasinya secara mandiri, dan pemerintah dapat merekap serta memantau proses pembentukan koperasi mulai dari sosialisasi hingga berdiri. Ke depan, data real-time yang terkumpul akan dikembangkan menjadi “Kophub”, semacam omnichannel marketplace untuk memantau rantai pasok produk-produk desa dan monitoring kesehatan koperasi desa secara berkelanjutan.

Ini adalah terobosan penting: artinya setiap koperasi (dan potensi integrasinya dengan BUMDes) dapat terpantau, sehingga jika ada masalah bisa cepat diidentifikasi.

Selain dashboard nasional, pada level lokal kolaborasi KUB bisa membuat dashboard komunitas. Misalnya di tingkat kabupaten atau kecamatan, membuat dashboard peluang usaha desa yang diisi bersama oleh koperasi, BUMDes, dan dinas terkait. Dashboard seperti ini dapat menunjukkan peta potensi unggulan tiap desa, peluang kemitraan, hingga sumber pendanaan yang bisa diakses.

Resource center melengkapi dashboard dengan menyediakan pusat informasi dan konsultasi. Bayangkan satu portal atau ruang fisik di kabupaten yang berisi modul-modul panduan (baik digital maupun cetak), contoh studi kasus sukses, data pasar terkini (harga hasil bumi, kebutuhan pasar kota, dll.), hingga direktori mitra (misal: daftar offtaker produk desa, lembaga pembiayaan mikro, platform digital).

Pusat sumber daya ini menjadi rujukan bagi pengelola Koperasi, UMKM, dan BUMDes untuk belajar dan mengambil keputusan berbasis informasi.

Manfaat lain dari dashboard terpadu adalah untuk manajemen risiko. Dengan data yang terintegrasi, stakeholder bisa melakukan early warning. Contohnya, jika dalam dashboard terlihat ada banyak koperasi/BUMDes di satu wilayah merugi atau stagnan, instansi terkait dapat segera turun melakukan evaluasi dan pendampingan. Atau jika harga komoditas unggulan desa anjlok, koperasi bisa cepat berkoordinasi mencari alternatif pasar.

Digitalisasi data semacam ini turut mencegah silo antar lembaga; Koperasi, UMKM, BUMDes dan pemerintah desa bisa melihat gambaran besar ekonomi lokal secara bersama-sama. Tentu, membangun dashboard dan resource center memerlukan investasi teknologi dan peningkatan literasi digital (kembali bersinggungan dengan pilar SDM dan Inovasi tadi).

Namun, bila terealisasi, ini akan menjadi alat navigasi penting bagi ekonomi desa: bak kompas digital yang menunjukkan arah peluang sekaligus rambu risiko di jalan kolaborasi KUB Merah Putih.

Baca juga: Pendanaan Koperasi Desa Merah Putih: Dari APBN hingga Dana Desa, Siapa Bayar Apa?

5. Penguatan Ekosistem Kewirausahaan Desa melalui Model Kolaborasi Double/Triple Helix ABG-CFM

Kolaborasi KUB Merah Putih perlu didukung oleh lingkungan yang kondusif, atau ekosistem kewirausahaan desa yang kuat. Untuk itu, kita perlu melibatkan pemangku kepentingan di luar trio Koperasi-UMKM-BUMDes itu sendiri. Konsep model helix bisa diterapkan di sini.

Triple helix ABG mengacu pada kolaborasi antara Academicians (akademisi), Business (dunia usaha), dan Government (pemerintah). Sementara itu, model tersebut dapat diperluas menjadi quadruple atau penta helix dengan melibatkan Community (komunitas masyarakat) dan Media (media informasi) – bahkan unsur Financial (lembaga keuangan) bisa ditambahkan, yang dalam konteks kita disingkat menjadi ABG-CFM. Intinya, semua komponen – akademisi, pelaku bisnis, pemerintah, komunitas lokal, sektor keuangan, hingga media – diajak dalam penguatan ekosistem kewirausahaan di desa.

Bagaimana praktiknya? Dalam model double helix, misalnya, BUMDes bisa bermitra dengan perusahaan swasta (CSR) atau lembaga keuangan lokal untuk mengembangkan satu unit usaha. Triple helix terjadi ketika perguruan tinggi, pelaku usaha, dan pemerintah daerah duduk bersama merancang program pemberdayaan ekonomi di desa.

Hal ini sudah mulai dilakukan di berbagai forum. Sebagai contoh, Pusat Pemberdayaan Perdesaan ITB (P2D-ITB) pernah mengadakan webinar yang menghadirkan narasumber dari elemen pentahelix untuk membahas peran masing-masing dalam pengembangan kewirausahaan BUMDes.

Hasil diskusinya menarik: dari sisi bisnis/finansial, diperkenalkan platform crowdfunding seperti Bizhare yang memungkinkan BUMDes mendapatkan modal dengan menerbitkan saham atau sukuk (obligasi syariah) – sebuah inovasi pendanaan bagi usaha desa.

Dari sisi media, dipaparkan konsep storynomics untuk mengemas produk unik desa agar viral di pasaran. Pemerintah daerah Jawa Barat dalam forum yang sama berbagi strategi pemulihan ekonomi desa dengan mengoptimalkan teknologi digital dan pengembangan ekonomi kreatif.

Keterlibatan akademisi tampak dari peran ITB sebagai fasilitator dan pemberi kajian ilmiah, serta komunitas lokal diwakili oleh pengurus BUMDes yang berbagi pengalaman nyata. Ini contoh kecil bagaimana setiap unsur helix berkontribusi: akademisi memberikan pengetahuan dan inovasi, bisnis (termasuk startup fintech) menyediakan akses pasar dan modal, pemerintah memfasilitasi regulasi dan program, komunitas menjalankan inisiatif di lapangan, finansial memberi dukungan pendanaan, dan media menyebarkan informasi serta edukasi.

Dengan model kolaborasi ABG-CFM ini, ekosistem kewirausahaan desa menjadi lebih terintegrasi. Wirausahawan desa (UMKM) tidak lagi berjalan sendiri, tapi mendapat dukungan mentor dari kampus, akses pembiayaan dari bank atau fintech, pendampingan dari dinas terkait, serta sorotan positif dari media.

Koperasi dan BUMDes pun bisa berperan sebagai platform kolaborasi: menghubungkan petani atau pengrajin lokal dengan penelitian kampus (contoh: pengolahan produk baru), atau menghubungkan pemuda desa dengan program inkubasi bisnis dari perusahaan/CSR.

Bahkan komunitas desa seperti karang taruna, PKK, kelompok tani, juga merupakan bagian ekosistem yang perlu diberdayakan dalam model ini – merekalah penggerak dan sasaran sekaligus dari kewirausahaan desa.

Penguatan ekosistem juga mencakup regulasi dan kebijakan yang mendorong kolaborasi. Pemerintah pusat sudah memberikan sinyal melalui Inpres 9/2025 dan program koperasi desa bahwa kolaborasi lintas sektor itu penting. Diperlukan tindak lanjut di level daerah: misalnya kebijakan pemda yang mendorong kampus untuk mengabdi di desa, insentif bagi perusahaan yang bermitra dengan BUMDes/Koperasi, atau kemudahan akses pendanaan bagi inovasi desa. Semua itu akan menciptakan lingkungan yang suportif.

Pada akhirnya, model double/triple helix ABG-CFM ini adalah tentang gotong royong multi pihak dalam membangun desa. Ini sangat selaras dengan semangat “Merah Putih” – kebersamaan nasional untuk kemakmuran desa.

Ketika lingkungan ekosistemnya kuat, kolaborasi Koperasi, UMKM, dan BUMDes akan tumbuh subur. Inovasi akan lebih mudah muncul, risiko bisa ditanggung bersama, dan peluang ekonomi desa dapat termanfaatkan optimal oleh dan untuk masyarakat desa.

Baca Juga: Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat

Tantangan dan Harapan Ke Depan

Sebagai penutup, saya ingin merefleksikan secara kritis upaya kolaborasi KUB Merah Putih ini. Di satu sisi, saya melihat harapan besar: komitmen pemerintah pusat yang begitu kuat (target 80 ribu koperasi, dana miliaran, pelatihan massal), dan mulai munculnya kesadaran semua pihak bahwa sinergi lebih penting daripada ego sektoral. Kolaborasi koperasi, UMKM, BUMDes bukan lagi wacana utopis – kita sudah melihat contoh-contoh praktik baik di beberapa tempat, meski skala masih kecil. Jika lima langkah strategis di atas dijalankan konsisten, potensi ekonomi desa yang terpendam bisa benar-benar meledak menjadi kekuatan nyata.

Bayangkan setiap desa menjadi pusat pertumbuhan baru, dengan koperasi sebagai penggerak modal dan distribusi, BUMDes sebagai inovator layanan dan pengelola aset desa, serta ratusan UMKM yang tumbuh membuka lapangan kerja. Ekonomi lokal akan bergerak dan pada gilirannya mengurangi kesenjangan desa-kota.

Namun, di sisi lain tantangan nyata tak boleh diabaikan. Saya mencatat beberapa concern yang perlu dijawab: Pertama, sinkronisasi lintas sektor sering terkendala ego birokrasi dan komunikasi yang lambat. Kolaborasi ABG-CFM terdengar ideal, tapi praktiknya butuh koordinasi intens dan kesetaraan. Pemerintah pusat, daerah, hingga desa harus satu visi; jangan sampai ada program yang saling bertubrukan.

Kedua, ada risiko inisiatif ini berjalan normatif saja – koperasi dibentuk sekadar memenuhi target angka, pelatihan dilaksanakan hanya formalitas, tanpa roh kewirausahaan sejati. Hal ini harus diantisipasi dengan monitoring ketat (di sinilah pentingnya dashboard akuntabilitas tadi) dan evaluasi berkelanjutan.

Ketiga, perubahan mindset mungkin rintangan terbesar. Kolaborasi berarti mungkin ada pihak yang harus rela berubah atau berkorban demi kepentingan bersama. Sebagai contoh, pengurus BUMDes dan koperasi harus membuka diri untuk integrasi; pelaku UMKM yang biasanya berjalan sendiri perlu belajar berkelompok dalam koperasi; pemerintah desa yang mungkin dulu pasif harus proaktif memfasilitasi. Transformasi budaya ini tidak terjadi semalam, butuh keteladanan dan quick wins untuk menunjukkan manfaat kolaborasi.

Saya juga menaruh catatan pada keberlanjutan. Program Koperasi Merah Putih ini awalnya digelorakan oleh pemerintah yang sekarang; ke depan harus dipastikan bahwa siapapun pemangku kebijakan berikutnya tetap melanjutkan komitmen pemberdayaan ekonomi desa.

Demikian pula, kolaborasi KUB jangan bergantung hanya pada figur tertentu. Harapannya, kelembagaan yang sudah dibangun (koperasi, BUMDes) menjadi mandiri dan saling menguatkan tanpa perlu disuapi terus-menerus oleh proyek pemerintah. Inisiatif lokal perlu didorong. Tiap desa bisa berinovasi dengan model kolaborasinya sesuai konteksnya, selama tujuannya sama: memperkuat ekonomi warga.

Sebagai penutup, harapan praktis saya adalah melihat lebih banyak kisah sukses lahir dari desa-desa kita pada 1-2 tahun ke depan sebagai hasil kolaborasi ini. Kisah sukses tersebut ibarat cahaya suar yang akan membimbing desa lain, sekaligus meneguhkan bahwa jalan kolaborasi Koperasi-UMKM-BUMDes adalah jalan yang tepat menuju kemandirian ekonomi desa.

Dengan momentum di 2025 ini, mari kita kawal bersama inisiatif “Merah Putih” di desa. Semoga kolaborasi tidak berhenti di atas kertas, tetapi nyata terasa di warung-warung UMKM yang makin laris, di lumbung-lumbung koperasi yang makin penuh, dan di kas desa yang meningkat untuk kesejahteraan masyarakat.

Ekonomi gotong royong desa yang diimpikan Hatta dan para pendiri bangsa mungkin sedang lahir kembali dalam format baru – dan tugas kitalah memastikan bayi ini tumbuh sehat menjadi tulang punggung Indonesia yang adil dan makmur.

Sumber Referensi

  1. Budi Arie Setiadi, Menteri Koperasi & UKM RI. “Peluncuran Situs Kopdes Merah Putih sebagai Dashboard Nasional” – detikFinance, 21 April 2025.
  2. Suad Subagiyo, Kades Jarakan, Tulungagung. Wawancara tentang tantangan Koperasi Merah Putih vs BUMDes – NeoHistoria, 3 Mei 2025.
  3. Febby Dt. Bangso, Pakar Koperasi & BUMDes. “Koperasi Merah Putih sebaiknya jadi Unit Usaha BUMDes” – Mimbarsumbar.id, 2024.
  4. Sedesa.id. “Integrasi Koperasi Merah Putih dengan UMKM Desa” – April 2025.
  5. Ahmad Zabadi, Sekretaris Kemenkop UKM. Pernyataan soal rencana pelatihan SDM Koperasi Merah Putih – detikFinance, 17 April 2025.
  6. Fatkhur Rizqi, Kabid Koperasi DKUKMP Ciamis. Keterangan kesiapan pelatihan pengelola koperasi desa – Radar Tasikmalaya, 8 Mei 2025.
  7. Adi Permana, P2D-ITB. Webinar Pentahelix untuk Kewirausahaan BUMDes – ITB News, 22 Nov 2021.
  8. Ryan Ariyanto. Refleksi Penulis & Analisis Internal – disarikan dari berbagai sumber dan pengalaman lapangan.

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X

Terkait

Previous Post

Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat

Ryan Ariyanto

Ryan Ariyanto

Ryan Ariyanto aktif berkegiatan untuk desa, pemberdayaan masyarakat dan dunia digital marketing. Selain aktif mengelola sedesa.id, juga sebagai Peneliti Lepas Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM. Saat ini bekerja sebagai Analis Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka - Kampus Merdeka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Related Posts

sedesa.id Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat
Koperasi

Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat

by Ryan Ariyanto
April 24, 2025
0

Sedesa.id Saat dunia menghadapi krisis pangan, perubahan iklim, hingga ancaman penyakit yang makin kompleks, desa-desa Indonesia tidak bisa hanya menjadi...

Read moreDetails
sedesa.id Sistem Monitoring dan Evaluasi Koperasi Desa Merah Putih
Koperasi

Sistem Monitoring dan Evaluasi Koperasi Desa Merah Putih

by Ryan Ariyanto
April 24, 2025
0

Sedesa.id Membentuk koperasi itu satu hal. Tapi memastikan koperasi itu benar-benar berjalan, berkembang, dan bermanfaat bagi warga desa, itu tantangan...

Read moreDetails
sedesa.id Pendanaan Koperasi Desa Merah Putih
Koperasi

Pendanaan Koperasi Desa Merah Putih: Dari APBN hingga Dana Desa, Siapa Bayar Apa?

by Ryan Ariyanto
April 24, 2025
1

Sedesa.id Mendirikan koperasi memang butuh semangat gotong royong. Tapi, mari jujur: tanpa dana, koperasi tidak bisa bergerak. Mulai dari biaya...

Read moreDetails

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Archive

Most commented

Kolaborasi Koperasi Merah Putih, UMKM, dan BUMDes untuk Dorong Ekonomi Desa

Peran Koperasi Desa dalam Ketahanan Pangan dan Kesehatan Masyarakat

Sistem Monitoring dan Evaluasi Koperasi Desa Merah Putih

Pendanaan Koperasi Desa Merah Putih: Dari APBN hingga Dana Desa, Siapa Bayar Apa?

Struktur Organisasi Koperasi Desa Merah Putih: Siapa Mengatur, Siapa Diawasi?

Jenis Usaha Koperasi Desa Merah Putih: Jangan Hanya Simpan Pinjam

Seedbacklink
Banner BlogPartner Backlink.co.id
  • About us
  • Terms of service
  • Privacy Policy
Call us: 085643190105

Sedesa.id © 2025

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Desa
    • Koperasi
    • BUMDes
    • Peluang Usaha
    • Materi dan Publikasi
  • Digital Marketing
  • Nalara Kopi
  • Sedesa TV
  • Layanan
    • Pelatihan Wisata Berkelanjutan
    • Pelatihan Pasar Rakyat

Sedesa.id © 2025

Eksplorasi konten lain dari sedesa.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca