Sedesa.id Desa Cerdas. Daerah pedesaan berbeda dengan perkotaan. Secara geografis, bentang alam pedesaan, terutama terdiri dari ladang, padang rumput, hutan, sungai atau gunung di mana permukiman tersebar dengan infrastruktur fisik yang minim.
Secara ekonomis, kebanyakan penduduk pedesaan bekerja di sektor pertanian, memelihara ternak, kehutanan dan perikanan. Kondisi tersebut masih menyiratkan tingginya angka kemiskinan.
Namun demikian, dalam konteks pembangunan, interaksi kota desa mempengaruhi perkembangan pembangunan di desa. Salah satunya, saat ini konsep kota cerdas yang sedang dikembangkan di perkotaan.
Penerapan kota cerdas akan mempengaruhi dinamika hubungan desa-kota. Daerah perkotaan yang maju dapat menciptakan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi. Keduanya memiliki peran penting terhadap peningkatan perubahan secara sosial dan ekonomi desa-desa di sekitarnya.
Kota cerdas merupakan sistem manajemen pemerintahan suatu kota dengan menggunakan TIK yang bertujuan untuk memberikan pelayanan publik yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kondisi bekerja dan menciptakan lingkungan kota yang berkelanjutan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dibutuhkan (Menychtas dkk. dalam Rabari dan Storper, 2015; Buck dan While, 2015; Karim, 2003).
Pada perkembangan selanjutnya, Meijer dan Bolivar (2016) memetakan kota cerdas menjadi empat konsep besar. Pertama adalah kota cerdas yang berorientasi pada teknologi; kedua, kota cerdas yang berorientasi pada sumber daya manusia; ketiga adalah kota cerdas yang berorientasi pada tata kelola pemerintahan; dan yang keempat adalah kolaborasi dari ketiga orientasi kota cerdas yang disebut dengan smart urban collaboration.
Konsep kota cerdas yang berfokus pada teknologi beranggapan bahwa TIK merupakan komponen utama walaupun banyak pendefinisian dari keseluruhan operasional kota cerdas. Kecanggihan teknologi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi di perkotaan (Batagan, 2011; Meijer dan Bolivar, 2016).
Konsep kedua dari kota cerdas yang berorientasi pada sumber daya manusia percaya bahwa kualitas sumber daya manusia yang ada dalam kota tersebut mempengaruhi kualitas kota. Oleh karenanya, semakin banyak warga masyarakat yang berpendidikan tinggi maka peluang kota tersebut termasuk dalam kota cerdas adalah semakin besar karena smart people menjadi penggerak kota menuju kota yang memiliki kualitas hidup tinggi.
Ketiga adalah kota cerdas yang berorientasi pada tata kelola pemerintahan menitikberatkan pada interaksi yang terjadi antara pemerintah kota dan masyarakat yang ada di dalamnya. Konektivitas ini diharapkan mampu menumbuhkan inovasi dalam kebijakan pelayanan yang terjadi dalam kota tersebut.
Selain tiga konsep kota cerdas di atas, ditemukan juga kombinasi dari ketiga elemen untuk mendefinisikan kota cerdas, yaitu smart urban collaboration; kota cerdas bukan hanya merupakan komponen dari sebuah kota yang menggunakan kecanggihan teknologi informasi untuk menyediakan pelayanan dan menyelesaikan masalah sosial, namun juga merupakan kombinasi dari smart people dan smart governance yang bertujuan untuk mencapai smart economy, smart living, smart mobility, smart environment (Meijer dan Bolivar, 2016).
Penelitian mengenai kota cerdas telah berkembang dengan pendekatan ilmu multidisiplin yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan publik seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Goodspeed, 2014; Visvizi dkk., 2018).
Salah satu contohnya adalah tata kelola pemerintahan yang masih menggunakan sistem pelaporan manual, tidak terdata, ataupun bersifat sangat sektoral. Hal ini menyebabkan sulitnya menjaga kualitas ataupun transparansi serta lambatnya pelayanan publik.
Masuknya TIK dapat menjadi solusi atas berbagai hambatan tersebut. Pemerintah dapat membangun dan mengembangkan sistem serta sentralisasi data untuk meningkatkan kualitas, tranparansi pelaporan dan akselerasi pelayanan publik.
Namun dalam waktu yang bersamaan permasalahan yang muncul di wilayah desa cenderung diteliti dan ditangani dengan pendekatan disiplin ilmu pertanian, sosiologi, atau studi lingkungan tanpa berupaya melihat dengan kacamata kota cerdas. Padahal, Carrasco-Sáez dkk. (2017) berargumen bahwa konsep dan dimensi kota cerdas memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pedoman dalam mengambangkan studi desa cerdas.
Beberapa karakteristik dalam komponen kota cerdas dapat diadopsi ke dalam konteks desa seperti smart governance, smart economy, smart mobility, smart environment, smart people, smart living, dan yang sedang menjadi diskusi hangat baru-baru ini, smart tourism.
Adopsi konsep dan karakteristik kota cerdas ke desa cerdas dalam kerangka pemanfaatan TIK menyelesaikan berbagai permasalahan publik yang kebanyakan akan memberikan pengaruh pada sektor ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dan aktivitas kebudayaan (Kitchin, 2014; Carrasco-Sáez dkk., 2017; Visvizi dkk., 2018, Lytras dkk., 2018).
Sampai saat ini penelitian akademis tentang desa cerdas belum secara masif dilakukan. Oleh karena itu, buku ini menggunakan dimensi dalam konsep kota cerdas sebagai pedoman dalam pengembangan desa cerdas.
Jika ditelusuri, sedikit dari praktik di tingkat internasional, pengembangan desa cerdas telah diinisiasi oleh Uni Eropa, seperti EU Action for Smart Villages yang diluncurkan oleh Parlemen Uni Eropa pada tahun 2017, sementara itu dalam publikasinya, desa cerdas didefinisikan sebagai daerah dan masyarakat pedesaan yang dibangun di atas kekuatan dan aset mereka sendiri serta pada saat yang sama terdapat usaha untuk mengembangkan peluang baru di mana jaringan baik tradisional maupun baru dan pelayananan ditingkatkan melalui teknologi digital, telekomunikasi, inovasi dan penggunaan pengetahuan yang lebih baik” (European Network for Rural Development, 2018).
Selain inisiatif Uni Eropa, terdapat juga smart village initiative yang dikelola oleh kerjasama antara the Cambridge Malaysian Education and Development Trust (CMEDT) dan the Malaysian Commonwealth Studies Centre (MCSC) serta melalui grant dari the Templeton World Charity Foundation (TWCF) yang bertujuan untuk mencapai tujuan SDG 2030, terutama tujuan ke tujuh tentang energi bersih dan terjangkau (Holmes dkk., 2017).
Program Smart Village Initiative mencakup berbagai desa yang tersebar di Afrika, Asia and Latin Amerika menunjukkan pengembangan desa dilakukan dengan usaha untuk meningkatkan integrasi dan koordinasi; kerangka kebijakan pendukung; membangun pasar; akses ke keuangan; sains dan teknologi dan peningkatan kapasitas (Holmes, 2017).
Selain itu, realisasi desa cerdas juga dilakukan oleh berbagai negara, salah satunya adalah Pemerintah India dalam memajukan desa-desa di India berdasarkan pemikiran Gandhi yang direalisasikan dalam skema Saansad Adarsh Gram Yojana (SAGY) (Ray, 2015; Gangani dkk., 2018).
Pengembangan desa cerdas di India salah satunya dikembangkan oleh Ramachandra dkk. (2015) melalui kerangka kerja desa cerdas yang mencakup self-sufficient and self reliant village with empowermant of manpower (rural youth) through locally available natural resources and appropiate Rural technologies.
Berbagai pengalaman pengembangan desa cerdas di luar negeri menunjukkan pentingnya esensi dari desa cerdas. Untuk mengembangkan desa cerdas di Indonesia perlu mempertimbangkan bahwa perbedaan situasi dan kondisi setiap wilayah mempengaruhi usaha mewujudkan desa cerdas.
Buku Pembangunan Desa Cerdas; Transformasi Kebijakan Dan Pembangunan Desa Merespon Era Revolusi Industri 4.0
Desa Cerdas:
Transformasi Kebijakan Dan Pembangunan Desa Merespon Era Revolusi Industri 4.0
Penulis :
Anang Dwi Santoso, S.AP, MPA
Cinintya Audori Fathin, S.IP
Kurnia Cahyaningrum Effendi, S.IP
Arif Novianto, S.IP
Haening Ratna Sumiar, S.Ps
Dewa Ayu Diah Angendari, S.IP, MA
Birgia Purnama Putri, S.IP , MSc
Editor :
Dr. Erwan Agus Purwanto
Dr. Dedy Permadi
Diterbitkan oleh : Center for Digital Society Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polik, Universitas Gadjah Mada
Bekerjasama dengan : Instute of Governance and Public Affairs (IGPA) UGM
Download Buku Penunjang Pembangunan Desa; Desa Cerdas: Download
Terima kasih semoga dapat menjadi sumber literasi bagi kita bersama dalam upaya membangun Indonesia dari Desa. Semoga bermanfaat. Salam. Ari Sedesa.id