Sedesa.id Melihat Masa Depan Pertanian. Belakangan seruan untuk memenuhi kebutuhan pangan melalui gerakan berkebun atau memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam beragam sayuran mulai terdengar kembali. Seruan ini tentu saja tidak lepas dari kondisi kita saat ini. Kondisi krisis memang mewajibkan kita untuk mampu beradaptasi. Salah satu adaptasi yang dilakukan adalah dengan memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.
Saya pernah membahas mengenai bagaimana kebutuhan pangan nasional ini bisa dipenuhi bahkan dari gerakan lumbung pangan keluarga. Tentu dengan melibatkan ‘desa’ sebagai pemain utama. Indonesia, sampai saat ini memang belum bisa ‘mandiri pangan’ kita masih banyak impor untuk berbagai kebutuhan pangan, terakhir kita tahu Indonesia mulai dibanjiri produk sayur dari Tiongkok.
Ironi memang ketika negeri yang gemah ripah loh jinawi ini belum bisa swasembada pangan. Ironi ketika kita ketahui betapa suburnya tanah yang menjadi tempat tinggal kita ini. Tapi kenyataannya memang demikian, dalam skala besar kita masih belum menaruh kata serius untuk membenahi urusan pangan, urusan pertanian kita.
Petani kita pun kian terpinggirkan, lahan untuk pertanian misalnya kita bisa lihat sudah banyak yang beralih fungsi. Di Pulau Jawa kita bisa melihat berbagai peralihan fungsi lahan, ada yang jadi pabrik, perumahan, bandara, kena jalan tol dan lain sebagainya.
Pertanian semakin terpinggirkan di Pulau Jawa. Di luar pulau Jawa? Nasibnya tidak jauh beda, petani harus berebut lahan dengan perusahaan perkebunan atau perusahaan tambang. Ya, yang demikian memang terjadi.
Upaya pemerintah tentu ada, kita banyak melihat program pembukaan lahan baru untuk pertanian, upaya membuka sawah di Kalimantan, di Papua, di Sumatera dan berbagai tempat. Namun, kita belum melihat hasil.
Belajar Dari Krisis Melihat Masa Depan Pertanian
Melihat Masa Depan Pertanian, kita dapat belajar dari krisis yang terjadi, bagaimana kita bersama menyadari yang dibutuhkan manusia adalah pangan. Keberadaan pangan menjadi yang utama, untuk sehat kita membutuhkan pangan. Roda perekonomian di kota yang harus terhenti karena korona misalnya, menjadikan para perantau ramai-ramai pulang kampung. Desa lagi-lagi menjadi jalan pulang, kepada desa jua kehidupan disandarkan.
Jika kita memang memiliki kesadaran bersama perihal pentingnya pangan, maka masa krisis ini bisa kita jadikan sebagai momentum di dalam memulai kemandirian pangan. Saya cukup bahagia ketika sahabat dalam lingkaran saya membagikan cerita aktivitas mereka dalam situasi saat ini dengan memanfaatkan lahan pekarangan untuk berkebun. Juga mendapat update di grup WA Sedesa.id tentang teman-teman di berbagai daerah yang mulai menggeluti wilayah pertanian, walau dalam skala kecil.
Kita berbicara ketahanan pangan, bisa kita mulai dari ketahanan paling awal, ketahanan untuk diri kita sendiri. Untuk lingkungan kita, dari skala RT, RW kemudian Desa. Jika Desa sudah mandiri pangan, warganya memiliki kebun sendiri-sendiri, dapat memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri, kita bisa melakukan gerakan besar di tingkat daerah bahkan nasional.
Ingat, dalam masa krisis yang dibutuhkan bukan lagi sepatu baru, baju baru, tapi pangan. Baik mereka yang di desa, di kota semua memiliki kesempatan yang sama. Di kota kita telah melihat bagaimana kegiatan memanfaatkan lahan sempit yang ada untuk bercocok tanam. Urban farming, telah banyak teman-teman yang menjalankan urban farming di kota-kota besar. Kegiatan yang tidak hanya bisa memenuhi pangan mereka, namun berdampak pada pendapatan ekonomi karena melimpahnya hasil panen.
Masa Depan Pertanian Adalah Kehidupan
Walau cerita tentang profesi petani yang kian terpinggirkan masih saja terjadi, diskriminasi akan penggunaan lahan masih menghantui, namun masa depan pertanian kita dapat lihat sebagai masa depan kehidupan.
Urusan pangan, kebutuhan akan makanan tidak dapat digantikan oleh benda selain bahan pangan. Manusia membutuhkan asupan makanan untuk tetap hidup. Semua manusia ingin hidup tapi tidak semua manusia mau menanam.
Kita dapat memanfaatkan upaya menanam di pekarangan sebagai gerakan bersama, gerakan yang serius. Jika dalam satu RT semua menanam, dengan beragam sayur dan buah, maka satu RT dapat saling memenuhi kebutuhan buah dan sayur. Jika berlebih? Dapat menjualnya ke pasar sehingga ada nilai ekonomi dari kegiatan menanam di halaman.
Urusan pangan adalah urusan kehidupan. Masa depan pertanian adalah kehidupan itu sendiri. Ketika jumlah manusia kian banyak, sumber daya alam kian rusak, maka mempertahankan apa yang kita miliki untuk menanam adalah pilihan yang bijak.
Memenuhi pangan untuk diri sendiri, menjadikan adanya lumbung pangan keluarga, terciptanya lingkungan yang swasembada, tentu bukan ucapan yang utopia, ini bisa kita kerjakan bersama. Kita percaya pada program pemerintah, namun jangan hanya menunggu titah, mari bersama kita mulakan gerakan menanam.
Kesimpulan
Situasi krisis tahun 2020 ini belum bisa kita prediksi kapan akan berakhir, krisis kesehatan yang berdampak pada banyak sektor seperti ekonomi dan juga pangan. Apa yang bisa kita lakukan, mari mulai menanam, Belajar dari Krisis Melihat Masa Depan Pertanian.
Desa memiliki potensi luar biasa untuk mengembangkan sektor pertanian, sebagai lumbung ketahanan pangan nasional. Tidak ada kata terlambat, dan tidak ada kata harus selalu menunggu, kita bisa bergerak dari kesadaran bersama, dan menjadikan kondisi saat ini sebagai momen kebangkitan dan kesadaran akan pentingnya pertanian sebagai penyedia pangan yang menjamin keberlangsungan kehidupan.
Demikian catatan penulis dalam kesempatan kali ini, saya pun sedang memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam berbagai buah dan sayuran sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Semoga bermanfaat. Salam. Ari Sedesa.id