Sedesa.id Bolehkah Pemilihan Direktur BUMDes oleh kepala Desa?BUMDesDi dalam forum diskusi BUMDes, masih banyak yang bertanya bagaimana cara pendirian BUMDes. Apa tahapan awal yang diperlukan, seperti apa pedoman yang perlu diikuti. Jika sudah demikian, tanya jawab yang terjadi pun akan panjang lebar, karena banyak pertanyaan yang sebenarnya jawabannya sudah sangat jelas dan tegas ada di dalam Permendesa Nomor 4 tahun 2015 tentang pendirian dan pengurusan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.
Jika masih saja ada yang bertanya terkait hal teknis dalam pendirian BUMDes, apa yang boleh dan tidak boleh. Tentu tidak dapat disalahkan, memang tidak semua orang memiliki kesempatan dan waktu untuk memahami Nomor 4 tahun 2015 tentang pendirian dan pengurusan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. Mungkin lebih tepatnya malas membaca.
Perbanyak Referensi Menjadi Kunci
Saya meyakini bahwa BUMDes sukses dapat dimulai dari inisiatif dan kesadaran bersama. Inisiatif dan kesadaran ini harus diimbangi dengan berbagai referensi yang cukup. Jangan sampai, inisiatif yang sudah baik ini kemudian tersandung masalah karena kesalahan yang berkaitan dengan hukum.
Inisiatif sangat baik, namun tentu harus disesuaikan dengan pedoman hukum yang berlaku di dalam pendirian BUMDes. Misalnya, seorang kepala desa yang berinisiatif mendirikan BUMDes tentu sangat baik, namun jika kemudian inisiatifnya ini minim referensi, bisa kacau dalam penerapannya.
Kita bisa melihat bagaimana banyak BUMDes dikelola oleh keluarga kepala desa, atau keluarga elit desa. Mengapa ini terjadi? Karena minimnya kesadaran, minimnya pengetahuan di tengah masyarakat. Masyarakat tidak mengakses referensi yang cukup mengenai BUMDes, sehingga mereka tidak benar-benar paham dan membiarkan BUMDes ada begitu saja, seolah tidak peduli.
Bolehkah Pemilihan Direktur BUMDes langsung oleh kepala Desa? Ini Pertanyaan paling umum!
Apakah Boleh Pemilihan Direktur BUMDes boleh langsung oleh Kepala Desa? Pertanyaan ini paling umum dan banyak ditanyakan kepada saya, baik melalui grup atau pun chat pribadi. Saya sampai tidak habis pikir, bingung sendiri kadang mau menjawab seperti apa.
Jika ada yang bertanya: Apakah Boleh Pemilihan Direktur BUMDes dipilih langsung oleh Kepala Desa? Jawaban saya sederhana saja; sebaiknya Anda membaca kembali referensi mengenai pendirian BUMDes.
Karena sudah sangat amat jelas, tertuang di dalam Permendesa nomor 4 tahun 2015, tepatnya dipasal (9) dan (16) tentang pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Susunan kepengurusan BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipilih oleh masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
Jadi Jelas bahwa tidak boleh kepala desa secara sepihak menentukan siapa atau memilih direktur BUMDes. Ada mekanisme di dalam penentuan atau pemilihan direktur BUMDes yaitu melalui musyawarah seperti dijelaskan di atas.
Berikut Isi Bagian Kedua Permendesa nomor 4 tahun 2015
Bagaimana pedoman pemilihan direktur BUMDes? Kita dapat melihat pada Permendesa nomor 4 tahun 2015, pada bagian kedua mengenai Organisasi Pengelola BUMDes, di sana termuat bagaimana pemilihan direktur BUMDes secara lengkap. Berikut isi bagian kedua Permendesa nomor 4 tahun 2015:
Bagian Kedua
Organisasi Pengelola BUM Desa
Pasal 9
Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
Pasal 10
(1) Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:
a. Penasihat;
b. Pelaksana Operasional; dan
c. Pengawas.
(2) Penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Pasal 11
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10huruf a dijabatsecara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan.
(2) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
a. memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa;
b. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan
c. mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.
(3) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha Desa; dan
b. melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa.
Pasal 12
(1) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(2) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
a. melaksanakan dan mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa;
b. menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa; dan
c. melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.
(3) Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
b. membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
c. memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sekurang-kurangnya 2(dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 13
(1) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Pelaksana Operasional dapat menunjuk Anggota Pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatandan administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha.
(2) Pelaksana Operasional dapat dibantu karyawan sesuai dengan kebutuhan dan harus disertai dengan uraian tugas berkenaan dengan tanggungjawab, pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya.
Pasal 14
(1) Persyaratan menjadi Pelaksana Operasional meliputi:
a. masyarakat Desa yang mempunyai jiwa wirausaha;
b. berdomisili dan menetap di Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
c. berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap usaha ekonomi Desa; dan
d. pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/SMK atau sederajat;
(2) Pelaksana Operasional dapat diberhentikan dengan alasan:
a. meninggal dunia;
b. telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga menghambat perkembangan kinerja BUM Desa;
e. terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pasal 15
(1) Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c mewakili kepentingan masyarakat.
(2) Susunan kepengurusan Pengawas terdiri dari:
a. Ketua;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris merangkap anggota;
d. Anggota.
(3) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUM Desa sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(4) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pengawas untuk:
a. pemilihan dan pengangkatan pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
b. penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUM Desa;dan
c. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Pelaksana Operasional.
(5) Masa bakti Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.
Pasal 16
Susunan kepengurusan BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipilih oleh masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
Bagaimana Mekanisme Musyawarah Desa dalam Pemilihan Direktur BUMDes?
Pemilihan Direktur BUMDes dilakukan melalui musyawarah desa. Mekanisme mengenai musyawarah desa bisa berpedoman pada Permendesa yang terbaru, yaitu Permendesa Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa.
Berikut Isi BAB III TATA CARA MUSYAWARAH DESA Permendesa Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
Tahapan Musyawarah Desa terdiri atas:
a. persiapan; dan
b. pelaksanaan.
Bagian Kedua
Persiapan
Pasal 19
(1) BPD mempersiapkan penyelenggaraan Musyawarah Desa berdasarkan rencana kegiatan dan rencana anggaran biaya.
(2) Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. pemetaan aspirasi dan kebutuhan masyarakat;
b. sarana dan prasarana pendukung; dan
c. peserta undangan dan pendamping.
(3) Rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disesuaikan dengan kondisi keuangan Desa.
(4) BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pemerintah Desa perihal rencana penyelenggaraan Musyawarah Desa yang meliputi:
a. permintaan untuk menyiapkan bahan pembahasan berupa dasar pemikiran, konsep, dan manfaat hal strategis yang akan dimusyawarahkan;
b. penyiapan biaya penyelenggaraan Musyawarah Desa; dan
c. penyediaan sarana pendukung kegiatan dalam Musyawarah Desa.
Pasal 20
(1) Dalam persiapan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, BPD melaksanakan rapat untuk menyusun pandangan resmi terhadap hal strategis yang akan dimusyawarahkan berdasarkan aspirasi masyarakat yang sudah digali, ditampung, dan diolah.
(2) Pandangan resmi BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam berita acara hasil Musyawarah BPD.
(3) Berita acara hasil Musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh pimpinan dan/atau unsur BPD.
Pasal 21
(1) BPD membentuk panitia pelaksana Musyawarah Desa yang ditetapkan dengan keputusan BPD.
(2) Susunan panitia pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:a. ketua: sekretaris BPD;b. anggota:
1) unsur BPD;
2) unsur perangkat Desa; dan
3) unsur LKD;
(3) Panitia pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melaksanakan tugasnya bersifat sukarela.
Pasal 22
Panitia pelaksana dalam melaksanakan Musyawarah Desa menyiapkan:
a. kepesertaan Musyawarah Desa;
b. jadwal kegiatan;
c. tempat kegiatan; dan
d. sarana pendukung kegiatan.
Pasal 23
(1) Kepesertaan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, terdiri atas:
a. peserta; dan
b. undangan.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berasal dari Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat yang diundang secara resmi.
(3) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan setiap orang selain warga Desa yang diundang hadir sebagai undangan.
(4) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit terdiri atas:
a. unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
b. tenaga Pendamping Profesional;
c. bintara pembina desa; dan/atau
d. bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pasal 24
(1) Panitia pelaksana Musyawarah Desa menetapkan jumlah peserta dan undangan berdasarkan rencana kegiatan, rencana anggaran biaya dengan memperhatikan keterwakilan unsur peserta dan proporsionalitas jumlah penduduk Desa dan memenuhi keterwakilan unsur masyarakat yang ada di Desa.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan yang berkaitan langsung dengan hal yang bersifat strategis yang dibahas dalam Musyawarah Desa dan mampu menyampaikan aspirasi kelompok yang diwakilinya.
(3) Dalam hal terdapat masyarakat Desa yang berkepentingan dan belum terwakili sebagai peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mendaftar ke panitia untuk diundang sebagai peserta.
Pasal 25
(1) Jadwal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, disusun dengan ketentuan:
a. diselenggarakan pada hari kerja atau selain hari kerja;
b. diselenggarakan pada pagi, siang atau malam hari; dan
c. tidak diselenggarakan pada hari keagamaan dan hari libur nasional.
(2) Jadwal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi objektif, kearifan lokal, dan sosial budaya masyarakat.
Pasal 26
(1) Tempat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c, dapat dilaksanakan pada:
a. gedung balai desa;
b. gedung pertemuan milik Desa;
c. lapangan Desa;
d. rumah warga Desa;
e. gedung sekolah yang ada di Desa; dan/atau
f. tempat layak lainnya sesuai kondisi objektif dan kearifan lokal.
(2) Tempat kegiatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berada di wilayah Desa.
Pasal 27
(1) Sarana pendukung kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, paling sedikit berupa:
a. konsumsi;
b. meja dan kursi;
c. tenda;
d. pengeras suara
e. papan tulis; dan
f. alat tulis kantor (ATK).
(2) Penyediaan sarana pendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan denganmengutamakan sarana dan prasarana yang ada di Desa.
(3) Dalam hal sarana pendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mencukupi, panitia dapat menyediakan dengan cara swadaya, gotong royong masyarakat, pinjam meminjam, dan/atau sewa.
(4) Biaya sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari anggaran Musyawarah Desa.
Pasal 28
(1) Sebelum pelaksanaan Musyawarah Desa, perwakilan unsur masyarakat melakukan musyawarah pemangku kepentingan untuk:
a. menyiapkan data pendukung;
b. menggali dan menampung aspirasi; dan
c. membahas dan merumuskan aspirasi pemangku kepentingan.
(2) Hasil musyawarah pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan pembahasan dalam Musyawarah Desa.
(3) Musyawarah pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. musyawarah kelompok petani;b. musyawarah kelompok nelayan;c. musyawarah kelompok perajin;
d. musyawarah kelompok perempuan;
e. musyawarah forum anak;
f. musyawarah kelompok pegiat perlindungan anak;
g. musyawarah kelompok masyarakat miskin;h. musyawarah kewilayahan;
i. musyawarah pemerhati/kader kesehatan masyarakat;j. musyawarah penyandang dan/atau keluarga penyandang disabilitas;
k. musyawarah kelompok seniman;
l. musyawarah LKD;
m. musyawarah LAD; dan
n. musyawarah yang dilakukan oleh pemangku kepentingan lainnya.
(4) Hasil keputusan musyawarah pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam berita acara yang ditetapkan oleh ketua kelompok pemangku kepentingan dengan dilampiri notula dan data yang diperlukan.
Pasal 29
(1) Ketua BPD bertindak selaku pimpinan Musyawarah Desa.
(2) Salah satu dari anggota BPD dan/atau unsur masyarakat ditunjuk sebagai sekretaris Musyawarah Desa.
(3) Dalam hal pimpinan berhalangan hadir, pimpinan Musyawarah Desa dapat digantikan oleh Wakil Ketua BPD atau anggota BPD lainnya.
(4) Dalam hal pimpinan berhalangan hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memberitahukan secara tertulis dan diinformasikan kepada peserta Musyawarah Desa.
Pasal 30
Tata cara Musyawarah Desa dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 31
(1) Musyawarah Desa dilaksanakan sesuai dengan tata tertib Musyawarah Desa.
(2) Ketentuan mengenai tata tertib Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Desa.
(3) Format tata tertib Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran IIyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Download Dokumen Salinan
Untuk mempelajari Pedoman Pemilihan Direktur BUMDes Selengkapnya Silakan Donwload dan pelajari: Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian Pengurusan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa , bagaimana tata cara Musyawarah Desa di dalam Pemilihan Direktur BUMDes selengkapnya dapat dipelajari dalam Permendesa Nomor 16 Tahun 2019 tentang Musyawarah Desa.
Kesimpulan
Menjawab pertanyaan Bolehkah Pemilihan Direktur BUMDes dipilih langsung oleh kepala Desa? Tentu Tidak Boleh. Uraiannya seperti telah kita basah bersama di atas. Karenanya di dalam mencari dan memilih direktur BUMDes kita sebagai warga desa perlu aktif dan inisiatif memberikan usulan dalam musyawarah desa.
Direktur BUMDes memiliki peranan penting dalam upaya memajukan desa melalui BUMdes. Dengan adanya direktur BUMDes yang memiliki kemampuan dalam memimpin organisasi, dalam hal ini kemampuan memimpin organisasi usaha.
Demikian pembahasan kali ini mengenai Bolehkah Pemilihan Direktur BUMDes oleh kepala Desa? Semoga pembahasan kali ini bermanfaat. Salam. Ari Sedesa.id