Sejak lama keberadaan desa telah menjadi perhatian bersama; baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Berbagai upaya dalam menerjemahkan desa telah dilakukan, yang terbaru misalnya dengan mengesahkan UU Tentang Desa. Pengesahan UU Tentang Desa ini, kemudian memberikan era baru bagi warga desa dan pemerintah desa dalam mengembangkan dan membangun desanya. Lantas, bagaimana posisi atau kedudukan desa saat ini? Apakah desa masih menjadi bawahan dari pemerintahan di atasnya?
Jika kita membuka kembali UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, menempatkan desa sebagai organisasi campuran (hibrid) antara masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Ini memiliki arti bahwa Desa tidak sama dengan pemerintah desa dan kepala desa. Karena desa mengandung pemerintahan dan sekaligus mengandung masyarakat sehingga membentuk kesatuan (entitas) hukum atau kesatuan organik. Desa tidak direduksi sebagai pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan Kabupaten atau Kota, melainkan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berada dalam wilayah Kabupaten atau Kota.
Sebagai pemerintahan lokal, Desa merupakan organisasi pemerintahan yang paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Paling Kecil; maknanya bahwa tugas dan wewenang yang diemban pemerintah desa mempunyai cakupan atau ukuran terkecil dibanding dengan organisasi pemerintahan kabupaten/kota, provinsi maupun pusat. Paling Bawah; menjelaskan bahwa desa menempati susunan hierarki atau lapisan pemerintahan yang terbawah dalam tata pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Desa sebagai bagian dari masyarakat yang berpemerintahan, memiliki berbagai ciri khas yang berbeda dengan kedudukan sebagai pemerintahan lokal. Ciri-ciri desa sebagai satu kesatuan pemerintahan setidaknya mencangkup 7 ciri di bawah ini:
- Desa merupakan kesatuan organik dan kolektif antara pemerintah desa, BPD, lembaga kemasyarakatan, lembaga adat, dan unsur-unsur masyarakat. Jika menyebut desa berarti bukan hanya pemerintah desa, tetapi juga mencakup masyarakat.
- Desa memiliki kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang diakui dan ditetapkan, bukan diserahkan oleh pemerintah.
- Penyelenggaraan kewenangan di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa, tidak semata didasarkan pada peraturan dari atas tetapi juga memperhatikan prakarsa masyarakat, kondisi sosial budaya, kearifan lokal dan adat istiadat.
- Penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat mengutamakan asas kegotongroyongan, kebersamaan, kekeluargaan dan musyawarah.
- Kepala Desa berasal dari desa setempat, memperoleh mandat dari masyarakat desa setempat, dan menjadi pemimpin masyarakat.
- Perangkat desa tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang diisi oleh warga masyarakat desa setempat.
- Pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa bersama masyarakat.
Perlu menjadi catatan bersama bahwa kedudukan desa sebagai pemerintahan lokal, tidak serta merta lepas dari susunan hierarki pemerintahan, mulai dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Susunan hierarkis tetap menjadi bagian kedudukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum secara utuh.
Desa memiliki keleluasaan dalam menentukan program pengembangan dan pembangunan serta penyelenggaraan pemerintahannya secara mandiri, namun Desa tetap bagian tidak terpisahkan dari pemerintahan di atasnya, untuk bersama membangun daerah menuju kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Walau ketika kita lihat kembali, dalam UU Desa tidak ada pasal yang memberikan penegasan tentang posisi atau kedudukan desa sebagai bawahan Kabupaten atau Kota, tetapi Pemerintah Kabupaten atau Kota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus desa, yaitu berwenang dan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Desa. Karenanya, dalam susunan pemerintahan, saling terkait dan saling bekerja-sama dalam pembangunan, pengembangan dan pengawasan.