Suatu ketika saya berjalan di sebuah mal di kota Yogyakarta. Ketika itu saya menemani keluarga dari istri berbelanja. Karena saya tidak terlalu suka acara berbelanja, maka saya memutuskan untuk menunggu di area luar dari salah satu pusat perbelanjaan di mal tersebut. Saya menunggu bersama keponakan saya, menikmati lalu lalang manusia yang kian ramai.
Tiba-tiba saya dijumpai seorang sales, wanita muda yang begitu sopan menyapa saya dan kemudian memberikan brosur. Saya sempat menolak, namun kemudian wanita muda itu menawarkan saya untuk menunggu di stan mereka, di sana saya dapat menikmati kursi pijat secara gratis. Mendengar kata gratis, dan saya juga sedang menunggu, maka tidak ada salahnya saya ke sana. Saya setuju.
Singkat cerita, saya mencoba kursi pijat yang disediakan secara gratis. Selang waktu berjalan, saya mendapat whatsapp bahwa istri saya dan keluarga sudah selesai berbelanja. Maka saya dan keponakan saya segera beranjak untuk menemui istri dan keluarga. Tiba-tiba ketika saya akan beranjak, saya dikerumuni banyak sekali sales yang menyodorkan berbagai penawaran produk.
Saya merasa tidak nyaman, karena sebelumnya saya sudah menyampaikan saya tidak tertarik, dan saya hanya mencoba layanan yang diberikan gratis, tanpa maksud untuk membeli. Namun salles-salles tersebut seperti tidak mau tahu, dan berusaha agar saya membeli salah satu produk mereka.
Saya mencoba tetap berjalan, tapi kian sulit karena dikerumuni. Saya tentu tidak ingin dorong-dorongan, jadi hanya menolak dengan halus dan mencoba membawa keponakan saya keluar. Tapi usaha itu sulit sekali, sampai pada akhirnya istri saya mendapati keberadaan saya, dan istri saya marah-marah kepada sales yang menahan saya. Akhirnya, keributan kecil tercipta, dan saya berhasil pergi.
Dari apa yang saya ceritakan di atas, atas apa yang saya alami, adalah upaya dari para sales atau pemasar untuk “menjebak pembeli”. Kenapa saya sebut menjebak; 1. Saya sejak awal tidak tertarik, 2. Kemudian di tawari fasilitas gratis berupa kursi pijat, 3. Saya mencoba, 4. Saya dipaksa membeli salah satu produk karena dianggap telah mencoba.
Jebakan seperti di atas masih banyak dilakukan di Indonesia, hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap citra merek perusahaan atau produk Anda. Dari kasus di atas saya, sebagai “calon pembeli” kemudian merasa tidak nyaman, yang awalnya bisa saja saya merekomendasikan produk tersebut untuk kawan atau keluarga saya, akhirnya urung, bahkan cenderung saya tidak menyukai produk dari merek mereka.
Nah, jika sudah demikian maka Anda kehilangan potensi pasar. Maka bagi Anda, pelaku usaha, jangan sekali-sekali melakukan jebakan kepada pembeli, jika Anda tidak ingin di masa mendatang Anda tidak lagi dipercaya, atau bahkan memiliki citra buruk dari pasar dalam hal ini calon pembeli.
Semoga, pembahasan kali ini bermanfaat dan salam.