Sedesa.id Download Buku Kepemimpinan Desa – Refleksi kritis penyanyi legendaris Iwan Fals yang dituangkan dalam lagu berjudul “Desa”, setidaknya mewakili pikiran masyarakat banyak soal tentang situasi yang terjadi di Desa. Sebut saja urbanisasi yang terus meningkat, saat ini jumlah penduduk kota dan Desa nyaris berimbang, 50,2% penduduk Indonesia ada di Desa dan 49,8% penduduk ada di kota. Tingginya tingkat urbanisasi dikarenakan Desa tidak lagi menjanjikan pekerjaan, kesejahteraan serta kehidupan yang lebih baik.
Desa tak lebih hanya tempat romantisisme mengenang masa kecil, yang biasanya dikunjungi setahun sekali pada saat mudik lebaran. Desa belum mampu menawarkan daya tarik kepada warganya yang telah pergi ke kota untuk mencari penghidupan baru.
Desa sebagaimana konstitusi sebelumnya menggunakan norma yang ada dalam UU No 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan UU nomor 32 tahun 2004 adalah struktur pemerintahan terendah dibawah kabupaten. Desa menerima tugas perbantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota. Sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota maka Kedudukan Desa sebagai local state government.
Dengan pengelolaan sebagaimana diatas, Desa tak lebih hanya sekedar menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Pemerintah Desa lebih banyak hanya bertugas sebagai pelaksana pembangunan yang telah didesign oleh pemerintah diatasnya. Mengerjakan proyek yang direncanakan meskipun seringkali kurang bermanfaat bagi masyarakat Desa.
Sekarang ini regulasi tentang Desa telah diatur khusus, terbitnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menegaskan Desa bukan lagi local state goverment tapi Desa sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government.
UU Desa memberi kesan adanya “Desa Baru”, baru dalam pengertian regulasi yang baru, kedudukan Desa, serta pola pengelolaan Desa yang baru. Desa dalam perspektif UU sebelumnya merupakan “Desa Lama”.
Paradigma atau cara pandang yang dibangun antara Desa Lama dengan Desa Baru juga berbeda. Desa lama mengunakan asas atau prinsip Desentralisasi-residualitas, artinya Desa hanya menerima delegasi kewenangan dan urusan Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota. Desa hanya menerima sisa tanggung jawab termasuk anggaran dari urusan yang berkaiatan dengan pengaturan Desanya.
Sementara, Desa baru yang diusung oleh UU Desa hadir dengan asas atau prinsip umum Rekognisi-subsidiaritas. Rekognisi merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap Desa, sesuai dengan semangat UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 yang memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Makna subsidiaritas menurut Sutoro Eko memiliki tiga makna antara lain; Pertama, subsidiaritas adalah lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan tentang kepentingan masyarakat setempat kepada Desa. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan seperti asas desentralisasi, melainkan menetapkan kewenangan lokal berskala Desa menjadi kewenangan Desa melalui undang-undang. Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan (intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal Desa, melainkan melakukan dukungan dan fasilitasi terhadap Desa. Pemerintah mendorong, memberikan kepercayaan dan mendukung prakarsa dan tindakan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Data Buku
SERIAL BAHAN BACAAN
BUKU 2: KEPEMIMPINAN DESA
PENGARAH : Marwan Jafar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)
PENULIS : Mochammad Zaini Mustakim
REVIEWER : Syaiful Huda, Sutoro Eko, Bito Wikantosa, Anwar Sanusi, Eko Sri Haryanto
Silakan untuk di download buku Kepemimpinan Desa dan dipelajari, sebagai bekal kita dalam upaya membangun Indonesia Melalui Desa. Semoga bermanfaat. Salam. Ari Sedesa.id