Sedesa.id Sejak berlakunya undang-undang desa, pertumbuhan jumlah desa wisata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam perjalanannya tidak sedikit yang harus tutup sementara. Karena salah pengelolaan, atau terdampak pandemi covid-19 yang mengakibatkan menurunnya angka kunjungan wisata.
Desa wisata juga memiliki masalah klasik dalam memberikan pilihan kegiatan wisata bagi pengunjung, yaitu terjadinya duplikasi model atraksi wisata. Sehingga banyak desa wisata yang memiliki kemiripan. Ini bisa disebabkan oleh letak geografis desa yang berdekatan, latar kearifan lokal dan budaya yang juga memiliki kemiripan. Sehingga, bagi pengunjung tidak memiliki kebaruan atau perbedaan dari destinasi desa wisata yang lain.
Penentu Keberhasilan Model Ekonomi Desa Wisata
Masih kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni dalam menerapkan pengelolaan desa wisata yang bersifat swadaya juga turut menjadi penentu keberhasilan desa wisata.
Masyarakat desa memiliki keunggulan dalam sistem ekonomi gotong royong atau ekonomi kerakyatan. Pemuda desa adalah sumber daya manusia potensial yang memiliki kemampuan dalam mengelola potensi sumber daya di desa mereka, salah satunya potensi desa wisata.
Namun demikian, sumber daya yang ada ini masih berdiri sendiri-sendiri, sehingga perlu saling menjalin kemitraan, bekerja sama dan bersinergi dalam upaya mengembangkan model ekonomi kerakyatan di desa wisata, ini sejalan dengan sustainable develoment goals (SDGs) nomor 17 Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan yang telah diduplikasi ke dalam SDGs Desa nomor 17 Kemitraan untuk Pembangunan Desa yaitu Bagaimana Membangun Kemitraan dalam Membangun Desa.
Selain itu juga sejalan dengan SDGs Desa Nomor 18 Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif, yang mana kelembagaan desa merupakan komponen yang sangat vital untuk mendorong keberlanjutan pembangunan.
Hasil Penelitian Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM
Hasil penelitian tim Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (PUSTEK UGM) di desa-desa di Kabupaten Kulon Progo, menyimpulkan bahwa perlu adanya integrasi antar lembaga dalam mewujudkan pembangunan desa berkelanjutan di suatu kawasan.
Sejak tahun 2018 PUSTEK UGM telah melakukan pendampingan dan kaderisasi pemuda desa yang menjadi aktor dalam pengembangan desa wisata di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.
Hasil pendampingan ini adalah lahirnya kelembagaan bersama bernama Lingkar Menoreh, yang menjadi media bersama untuk saling melakukan kolaborasi, bersinergi, menciptakan kerja sama dalam pengembangan desa wisata di kawasan Menoreh, Kulon Progo yang terdiri dari: Desa Banjaroya, Desa Banjarharjo, Desa Banjarasri, Desa Banjararum, Desa Gerbosari, Desa Purwoharjo, dan Desa Sidoharjo.
Melalui kelembagaan bersama Lingkar Menoreh pengusul juga telah mendorong terselenggaranya acara tahunan antar desa-desa anggota lingkar menoreh. Event tahunan yang telah diselenggarakan adalah Festival Menoreh pada tahun 2021. Menampilkan ragam produk unggulan menoreh, ragam seni budaya, dan destinasi desa wisata.
Juga menjadi ajang bagi desa-desa di kawasan Menoreh, untuk saling mempererat pengetahuan mereka mengenai potensi lokal desa, yang mana akan menimbulkan sinergi dan tumbuhnya wirausaha sosial atau sociopreneur. Selain itu juga telah melahirkan platform wisatamenoreh.id sebagai bentuk pemanfaatan teknologi dan informasi dalam era digital.
Video Mengembangkan Model Ekonomi Kerakyatan di Desa Wisata dalam Sustainable Development Goals (SDGs)
Melalui video dokumenter disajikan bagaimana mengembangkan model ekonomi kerakyatan di desa wisata dalam Sustainable Development Goals (SDGs) di kawasan Menoreh, Kulon Progo yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada.
Materi video berkaitan dengan seperti apa peran pemuda desa, kelompok sadar wisata, tokoh masyarakat lokal, peran perempuan, kelompok ekonomi rakyat, dan pengetahuan lokal masyarakat mengenai model ekonomi kerakyatan di desa wisata.