Sedesa.id Tentu Anda tidak asing dengan Comunity-Based Tourism atau CBT. Sebagian dari kita memang sering mendengar atau bahkan telah mempraktikan konsep CBT ini dalam upaya membangun Desa Wisata. Mari kita pelajari lebih lanjut.
Artikel ini disusun berdasarkan informasi yang terkandung dalam buku ASEAN Community-Based Tourism (CBT) Standard, edisi kedua, yang diterbitkan pada Januari 2022. Buku ini memberikan panduan komprehensif mengenai prinsip dan praktik terbaik dalam pengembangan pariwisata berbasis komunitas di negara-negara ASEAN.
Dalam artikel ini, kami akan membahas konsep dasar CBT, dimensi-dimensi yang membentuk model pariwisata ini, serta indikator-indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya. Semua informasi yang disajikan merujuk pada pedoman yang terdapat dalam buku tersebut, yang bertujuan untuk memberikan wawasan bagi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengakses dokumen lengkapnya melalui tautan yang disediakan.
Mengenal Community-Based Tourism (CBT): Pariwisata Berkelanjutan yang Memberdayakan Masyarakat Lokal
Community-Based Tourism (CBT) atau Pariwisata Berbasis Komunitas adalah pendekatan pariwisata yang menempatkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama dalam perencanaan, pengelolaan, dan manfaat dari sektor pariwisata. Dalam model ini, pariwisata tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga berupaya menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat, memberikan peluang ekonomi yang adil, serta memastikan bahwa dampak dari pariwisata bisa dirasakan oleh masyarakat lokal.
Pengertian Community-Based Tourism
Community-Based Tourism adalah jenis pariwisata yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat lokal. Melalui model ini, masyarakat setempat memiliki kontrol atas kegiatan pariwisata yang terjadi di daerah mereka, mulai dari pengelolaan sumber daya alam hingga penyediaan layanan pariwisata.
CBT mendorong terciptanya manfaat ekonomi yang berkelanjutan, di mana keuntungan dari kegiatan pariwisata dibagikan secara merata kepada komunitas. Selain itu, CBT juga bertujuan untuk melestarikan budaya dan lingkungan lokal, serta meningkatkan kesadaran pengunjung tentang pentingnya keberlanjutan.
Dimensi-Dimensi dalam Community-Based Tourism
CBT tidak hanya sekedar model pariwisata, namun juga sebuah upaya untuk menciptakan keseimbangan antara tiga dimensi utama: sosial, ekonomi, dan lingkungan.
- Dimensi Sosial: CBT berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal melalui partisipasi aktif dalam pengelolaan pariwisata. Ini termasuk pelestarian tradisi, budaya, serta pemberdayaan perempuan dan kelompok masyarakat rentan. Interaksi yang terjadi antara pengunjung dan masyarakat lokal juga diharapkan memperkaya pengalaman budaya yang saling menguntungkan.
- Dimensi Ekonomi: Melalui CBT, masyarakat lokal dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik dengan menjual produk lokal, menyelenggarakan tur, atau menyediakan akomodasi. Selain itu, CBT membantu membuka lapangan pekerjaan dan mendorong pengembangan usaha kecil yang berfokus pada sektor pariwisata, seperti kerajinan tangan atau kuliner khas.
- Dimensi Lingkungan: Salah satu prinsip utama CBT adalah keberlanjutan lingkungan. Komunitas diajak untuk mengelola dan melestarikan sumber daya alam mereka, seperti taman nasional, hutan, atau situs budaya, agar tetap terjaga untuk generasi mendatang. Pengelolaan yang bijaksana terhadap alam dapat mengurangi dampak negatif pariwisata massal dan memperkuat ekosistem lokal.
Indikator-Indicator dalam Community-Based Tourism
Untuk memastikan bahwa sebuah destinasi atau kegiatan CBT berjalan dengan efektif, ada beberapa indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan inisiatif tersebut. Indikator-indikator ini mencakup berbagai aspek mulai dari pengelolaan komunitas hingga interaksi dengan pengunjung.
- Kepemilikan dan Pengelolaan Komunitas: Komunitas harus memiliki kontrol penuh atas pengelolaan pariwisata di wilayah mereka. Ini termasuk pengambilan keputusan dan pembagian manfaat yang adil.
- Kontribusi terhadap Kesejahteraan Sosial: CBT harus memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pariwisata mendukung kesejahteraan sosial, seperti peningkatan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur lokal.
- Pelestarian Sumber Daya Alam: Pengelolaan yang berkelanjutan terhadap lingkungan sangat penting untuk menjaga ekosistem lokal. Praktik ramah lingkungan, seperti pengurangan sampah dan pelestarian flora dan fauna, menjadi prioritas dalam CBT.
- Interaksi Tamu dan Komunitas: Penting untuk menciptakan interaksi yang bermakna antara pengunjung dan masyarakat lokal, sehingga dapat saling belajar dan memperkaya pengalaman budaya.
- Kualitas Layanan: Kualitas layanan yang diberikan oleh komunitas kepada pengunjung juga menjadi penilaian penting. Ini mencakup akomodasi, transportasi, makanan, serta pemandu wisata yang terlatih.
- Keberlanjutan dan Inovasi: Penggunaan teknologi dan pendekatan inovatif dalam meningkatkan kualitas pariwisata dan keterlibatan masyarakat juga menjadi bagian dari indikator keberhasilan CBT.
Kesimpulan
Community-Based Tourism adalah model pariwisata yang memberikan banyak keuntungan bagi komunitas lokal, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Dengan melibatkan masyarakat dalam setiap aspek pengelolaan pariwisata, CBT menciptakan ekosistem pariwisata yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Melalui prinsip-prinsip yang ada, CBT tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga menjaga warisan budaya dan alam bagi generasi mendatang. Jika diterapkan dengan benar, CBT bisa menjadi salah satu cara terbaik untuk mengembangkan sektor pariwisata yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Baca lebih lanjut tentang ASEAN Community-Based Tourism dalam dokumen resmi yang dapat diakses di sini.