Sedesa.id Di tengah riuh rendahnya kehidupan kota Jakarta yang sibuk, ada satu tempat yang memberikan kesejukan dan ketenangan bagi warganya—Tebet Eco Park (TEP).
Sejak revitalisasinya pada tahun 2022, taman yang dulunya dikenal sebagai Taman Honda ini telah berubah menjadi salah satu ruang terbuka hijau terfavorit di ibu kota
Namun, lebih dari sekadar tempat rekreasi, Tebet Eco Park kini diharapkan dapat menjadi model pengembangan ekowisata di perkotaan.
Transformasi Menuju Ekowisata
Jakarta dikenal dengan kepadatan penduduk dan lalu lintasnya yang padat, namun di balik itu semua, kota ini memiliki banyak taman kota yang tidak hanya memperindah kota, tetapi juga menjadi paru-paru kota yang penting.
Tebet Eco Park adalah salah satu taman kota yang mengadopsi konsep ekowisata, yakni pariwisata yang berfokus pada pelestarian lingkungan, pemberdayaan ekonomi lokal, dan edukasi kepada pengunjung mengenai pentingnya keberlanjutan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dari Universitas Negeri Malang dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), TEP telah berhasil mengintegrasikan beberapa prinsip ekowisata dalam pengelolaannya.
Beberapa prinsip tersebut antara lain konservasi lingkungan, kontribusi ekonomi bagi masyarakat lokal, pelestarian budaya, serta edukasi dan partisipasi komunitas lokal.
Konservasi Lingkungan di Tebet Eco Park
Salah satu daya tarik utama dari TEP adalah keragaman vegetasinya. Taman seluas 7,3 hektar ini dipenuhi dengan berbagai jenis tanaman, termasuk pohon-pohon besar seperti Tabebuya dan Bodhi yang ditanam di sekitar taman. Vegetasi ini tidak hanya mempercantik taman, tetapi juga berperan penting dalam menjaga kualitas udara di sekitarnya.
TEP juga menerapkan berbagai inisiatif untuk menjaga kelestarian lingkungan, seperti penggantian tanaman musiman, perawatan pohon, dan penggunaan teknologi bioengineering untuk mencegah erosi di tepi sungai yang mengalir melalui taman.
Namun, salah satu tantangan yang masih dihadapi adalah penggunaan insektisida kimia yang dapat berdampak negatif pada ekosistem taman. Untuk mengatasi hal ini, pengelola diharapkan dapat beralih ke insektisida ramah lingkungan yang berbasis bahan alami.
Di sisi lain, TEP masih mengandalkan pasokan listrik dari PLN, yang sebagian besar bersumber dari energi fosil. Untuk mengurangi jejak karbonnya, taman ini dapat mempertimbangkan penggunaan energi terbarukan, seperti panel surya, sebagai sumber listrik alternatif.
Kontribusi Ekonomi Lokal
Selain sebagai tempat rekreasi, TEP juga berperan penting dalam mendukung ekonomi lokal. Kehadiran taman ini telah membuka peluang bisnis bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitarnya. Beberapa usaha yang tumbuh di sekitar taman antara lain restoran, kafe, dan area parkir yang dikelola oleh warga setempat.
Pengelola TEP juga bekerja sama dengan Jakarta Experience Board (JXB) untuk memberikan kesempatan kepada UMKM untuk beroperasi di dalam area taman. Dengan sistem bagi hasil, kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat ekonomi lokal sambil tetap menjaga prinsip keberlanjutan.
Pelestarian Budaya di Tengah Kota
Jakarta, sebagai kota metropolitan, memiliki kekayaan budaya yang beragam. TEP berusaha untuk menjadi wadah bagi pelestarian budaya lokal melalui berbagai kegiatan yang melibatkan komunitas setempat. Misalnya, taman ini sering mengadakan pertunjukan musik akustik yang dibawakan oleh komunitas lokal, khususnya selama bulan Ramadan.
Namun, mengingat sensitivitas ekologis taman ini dan lokasinya yang dikelilingi oleh permukiman padat, pelaksanaan acara-acara budaya besar perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Acara yang melibatkan banyak pengunjung sebaiknya dialihkan ke lokasi lain untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan taman.
Sebaliknya, TEP dapat memfokuskan diri pada penyelenggaraan festival budaya kecil yang dapat memperkuat identitas lokal tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
Video Terkait: Pentingnya Desa Budaya dan Cara Mempertahankannya!
Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan
Sebagai taman yang mengusung konsep ekowisata, TEP tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kesempatan edukasi bagi pengunjungnya. Pengelola taman telah memasang papan informasi di sekitar taman yang memberikan penjelasan mengenai jenis-jenis vegetasi yang ada.
Namun, penyebaran papan informasi ini perlu ditingkatkan, terutama di area selatan taman yang masih kurang terjangkau.
Untuk memperkuat aspek edukasi, TEP juga dapat menyediakan brosur, pamflet, atau bahkan memutar video edukatif mengenai pentingnya konservasi dan keberlanjutan. Selain itu, kerjasama dengan komunitas pecinta lingkungan untuk menyelenggarakan sesi berbagi informasi mengenai topik-topik konservasi juga dapat menjadi langkah yang efektif.
Menghadapi Tantangan Masa Depan
Meski telah banyak langkah positif yang dilakukan, penelitian menunjukkan bahwa masih ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki di TEP. Salah satu yang paling mendesak adalah pengelolaan kapasitas daya tampung taman.
Saat ini, TEP membatasi jumlah pengunjung untuk mencegah kerusakan lingkungan, namun penerapan ini belum sepenuhnya efektif. Banyak pengunjung yang datang dari luar Jakarta tidak menggunakan aplikasi JAKI untuk mendaftar, sehingga jumlah pengunjung yang tercatat tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Untuk mengatasi masalah ini, pengelola taman perlu meningkatkan pengawasan dan penerapan aturan kapasitas pengunjung, termasuk dengan menerapkan zona-zona khusus di dalam taman untuk mengatur aliran pengunjung. Selain itu, pengelola juga disarankan untuk melakukan kajian ilmiah terkait kapasitas daya tampung taman agar dapat diambil langkah-langkah yang lebih tepat dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
Tebet Eco Park adalah contoh nyata bagaimana ruang terbuka hijau di tengah kota dapat diubah menjadi destinasi ekowisata yang bermanfaat bagi lingkungan, masyarakat, dan pengunjung.
Dengan terus meningkatkan implementasi prinsip-prinsip ekowisata, TEP tidak hanya akan menjadi oase hijau bagi warga Jakarta, tetapi juga model pengelolaan taman kota yang dapat diadopsi di kota-kota lain di Indonesia.
Keberhasilan Tebet Eco Park dalam menggabungkan konservasi lingkungan, pemberdayaan ekonomi lokal, pelestarian budaya, dan edukasi menunjukkan bahwa ekowisata dapat menjadi solusi bagi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di perkotaan.
Semoga dengan langkah-langkah yang tepat, Tebet Eco Park dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat dan lingkungan.
Pelatihan dan Mentorship: Mendirikan, Mengembangkan, dan Menjalankan Wisata Berbasis Sustainable Tourism
Bagi Sahabat Sedesa yang tertarik untuk lebih mendalami cara mendirikan, mengembangkan, dan menjalankan wisata berbasis sustainable tourism, jangan lewatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan mentorship yang tersedia di laman Pelatihan Wisata Berkelanjutan.
Melalui Pelatihan Wisata Berkelanjutan, sahabat akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan praktis yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan, sehingga dapat turut berkontribusi dalam mewujudkan pariwisata yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia.
Pariwisata berkelanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat terus menikmati keindahan Indonesia seperti yang kita nikmati hari ini.
Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk pariwisata di Indonesia, di mana konservasi dan kenyamanan dapat berjalan beriringan, menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi semua pihak.
Demikian pembahasan kita kali ini mengenai Tebet Eco Park: Mengubah Taman Kota Menjadi Pusat Ekowisata di Jakarta. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam. Ari Sedesa.id